Pukul 12 siang 14 Oktober 1944.
Saat Rommel kembali dari jalan-jalan bersama anaknya, Manfred datanglah dua orang tamu.
Mereka diperkenalkan dengan keluarga Rommel sebagai jenderal Wilhelm Burgdorf dan jenderal Ernst Maisel. Kedua tamu itu lalu masuk ke ruang kerja Rommel. Satu jam kemudian Maisel keluar dan beberapa menit kemudian Burgdorf menyusul.
Tak lama kemudian, Rommel menceritakan pertemuannya dengan dua jenderal tadi kepada Manfred.
Berikut penuturan Manfred yang juga anggota Pasukan Artileri Anti serangan Udara yang saat itu sedang izin cuti guna merawat ayahnya:
..........
+ Baru saja saya beritahu ibumu, bahwa saya harus mati dalam seperempat jam lagi. Memang sakit rasanya mati ditangan bangsa sendiri. Namun, rumah kita sudah dikepung, dan Hitler menuduh saya melakukan pengkhianatan tingkat tinggi. Saya diberi kesempatan mati dengan racun. Kedua jenderal itu membawa kapsul sianida yang akan mematikan dalam tiga detik. Jika saya mau , tidak ada apapun dilakukan atas keluarga termasuk kamu. Mereka juga membiarkan staf saya hidup.
-- Ayah percaya?
+ Tentu. Saya tahu pasti mereka tidak ingin persoalan ini sampai keluar.
-- Tidak bisakah kita melawan?
+ Tidak mungkin. Lebih baik satu saja yang mati daripada semuanya. Lagipula kita tidak punya cukup amunisi. Sekarang panggilkan Aldinger (Ajudan)
Segera saya memanggil Ajudan yang segera berlari naik tangga. Ia juga langsung pucat pasi mendengar penjelasan Ayah. Namun, kembali ditegaskan tidak ada gunanya melawan.
+ Semua sudah diatur hingga detail. Saya akan dimakamkan secara militer. Saya sudah minta untuk dimakamkan di Ulm. Seperempat jam lagi, kamu, Aldinger, akan menerima telepon dari Rumah Sakit Wagnerschule di Ulm yang mengabarkan kalau saya terkena stroke otak dalam perjalanan rapat.
Ayah melihat jam dan berkata, "Saya harus pergi. Mereka hanya memberi waktu 10 menit" Iapun langsung keluar.
Kami sempat membantunya mengenakan mantel kulit.
Kami berjalan keluar rumah. Suara tapak kaki ke tanah liat terdengar lebih nyaring dari biasanya. Kedua jenderal berdiri di gerbang. Mereka memberi hormat saat kami mendekat. "Tuan Marsekal Medan" kata Burgdorf.
Mobil pun bersiap. Pengemudi membukakan pintu dan memberi hormat. Ayah memegang tongkat kehormatan Marsekal Medan. Ia menyalami saya dan Aldinger sebelum masuk ke mobil.
Kedua jenderal masuk ke mobil dan pintu ditutup. Ayah tidak menengok lagi saat mobil bergerak dan menghilang dibalik tikungan. Saya dan Aldinger kembali ke rumah.
Dua puluh menit kemudian telepon berdering.Aldinger mengangkat dan mendapat kabar Ayah sudah meninggal.
Tak jelas apa yang terjadi sesungguhnya saat Ayah meninggalkan kami. Belakangan diketahui mobil itu berhenti di bukit yang terbuka beberapa ratus meter dari rumah kami. Pasukan Gestapo yang didatangkan khusus dari Berlin mengawasi area itu dengan instruksi menembak mati Ayah dan menyerbu rumah kami jika ayah melawan. Maisel dan pengemudi keluar dari mobil, meninggalkan Ayah dan Burgdorf di dalam. Saat pengemudi diperbolehkan kembali setelah 10 menit, ia melihat Ayah sudah tertunduk, topinya lepas, dan tongkat kehormatan Marsekal Medan pun jatuh dari tangannya.
............
18 Oktober dilangsungkan upacara militer penghormatan terakhir pada Marsekal Medan Erwin Rommel yang dipimpin oleh Marsekal Medan Gerd von Runstedt. Tidak ada yang tahu bahwa Rommel meninggal karena dipaksa bunuh diri menelan racun. Tapi laporan resmi menyebutkan bahwa ia meninggal karena stroke otak.
Jenazah Rommel dikremasikan dan abunya dimakamkan di Herrlingen.
Dari buku
MENANTANG DIKTATOR
Konspirasi Rahasia Anti Hitler