Rabu, 14 Juni 2023

MAHASISWA PRIBUMI YANG PANDAI DAN PERLENTE

24 Maret 1923, Sukarno melakukan pernikahan dengan Inggit Garnasih di Jalan Japapim (Java Veem) yang letaknya tidak jauh dari viaduct jalur kereta api.


Inggit tampaknya tidak memperoleh hak gono-gini dari perceraiannya dengan haji Sanusi. Sementara Sukarno sebagai mahasiswa yang baru sembilan bulan berkuliah tidak memiliki penghasilan. Karena tidak memiliki cukup uang untuk membiayai keluarganya, pasangan pengantin baru ini menyewa rumah dan berpindah-pindah tempat. Mereka pernah tinggal di Jalan Kebon Sirih yang letaknya tidak jauh dari Gedung Pakuan.

Tempat-tempat lain yang pernah ditinggali mereka antara lain, Gang Jaksa, Jalan Pungkur nomor 6, Regentweg nomor 22 (Jl.Dewi Sartika) 


Terakhir  mereka tinggal di Jalan Ciateul (kini Jalan Ibu Inggit Garnasih) nomor 8.sejak tahun 1926.


Meski hidup dalam keadaan tidak berkecukupan, mahasiswa Sukarno selain pandai, juga dikenal sebagai pesolek.


Pakaiannya selalu perlente dan necis. Diantara 12 - 15 mahasiswa pribumi yang sama-sama belajar di TH Bandung, Sukarno satu-satunya mahasiswa yang memakai jas "gabardine wool". Jenis kain ini termasuk yang paling top pada zamannya. la memiliki pulpen dan menaiki sepeda Fongers berpersneling dari rumahnya ke kampus. Pergi-pulang tidak akan dirasa berat karena saat itu Kota Bandung masih sejuk.


Seorang penduduk Jalan Kejaksan di daerah Braga, menyaksikan saat Sukarno melewati Jalan Braga dengan rasa kagum. la kelihatan gagah.

Kelebihan lainnya, di balik penampilannya yang selalu perlente itu, tersimpan kecerdasannya. Kecepatannya dalam membaca sangat luar biasa. Buku-buku di perpustakaan kampus habis dilalap. Dan buku-buku itu bukan yang menyangkut ilmu yang diajarkan di kampus. la melahap buku-buku tentang sastra, politik, dan humaniora.

Tak hanya membaca, kemampuan Sukarno dalam menulis tidak kalah hebat. 

Suatu pagi di tahun 1925, Sukarno diminta Wartawan AID-Preanger Bode menulis artikel tentang implikasi kemenangan perang Jepang atas Rusia terhadap Asia. Sambil ditunggu langsung oleh editornya, Sukarno menulis dengan lancar. Sejak menuliskan judulnya sampai kalimat terakhir, tulisannya dalam bahasa Belanda sudah dalam keadaan pressklaar (Siap cetak). la tidak berhenti menulis tanpa coretan atau koreksi sedikit pun.[]


Sumber:

Buku "Jejak Soekarno di Bandung (1921-1934)

Keterangan foto: Sukarno (keempat dari kiri) bersama teman-temannya dari THS



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

SUAMI DENGAN TIGA CINTA

1904 Nest, demikian panggilan EFE Douwes Dekker menikah dengan Clara Charlotte Deije dan memperoleh 5 anak, dua diantaranya laki-laki mening...