Usai ditahan tanpa pengadilan selama tiga tahun, Abdul Ghaffar Khan bersama kakaknya, Dr.Khan Saheb dibebaskan dari penjara Pusat Hazaribagh pada 27 Agustus 1934. Tetapi mereka tidak boleh kembali ketanah airnya di perbatasan Pathan.
Kedua kakak beradik ini lalu mendapat undangan dari Mahatma Gandhi untuk tinggal di ashram barunya di India Tengah.
Sebulan kemudian keduanya tiba di ashram tersebut dan mulai menyesuaikan dengan lingkungan barunya.
Kehidupan di sana sederhana dan berat, tetapi mereka menikmati. Mereka berbagi makanan seadanya dan bekerja serta mengunjungi desa-desa disekitar ashram bersama Gandhi. Ghaffar Khan yang kadang disebut dengan Gandhi dari perbatasan sering risih dengan sebutan tersebut. Dr.Khan membuka klinik kecil dan secara rutin mengunjungi desa-desa untuk memberi pelayanan kesehatan.
Sikap terbuka mereka berdua yang seperti kanak-kanak membuat warga ashram terpesona. Gandhi meminta sekretarisnya, Mahadev Desai untuk berbicara pada mereka dan menyiapkan biografi berjudul "Two servants God"
"Semakin aku tertarik kepada mereka. Aku tersentuh oleh kejujuran mereka yang tulus, keterusterangan, kesederhanaan mereka yang mendalam. Aku juga mengamati bahwa mereka telah percaya pada kebenaran dan sikap anti kekerasan bukan hanya sebagai sikap politik, melainkan sebagai jalan hidup. Aku mendapati sang adik, adalah penganut agama yang taat. Agamanya bukanlah jalan hidup yang sempit. Di mataku, dia seorang universalis. Sikap politiknya, jika dia punya, diperolehnya dari agamanya tersebut" demikian tulis Gandhi pada pengantar buku tersebut.
Pada sore hari, penghuni dan pengunjung ashram biasanya berkumpul di sekitar pohon neem untuk berdoa bersama. Puji-pujian dilantunkan dan doa-doa dari berbagai naskah dibacakan. Ghaffar Khan duduk di samping Gandhi dan membaca Al-Qur'an, kadangkala dia meminjam kacamata Gandhi ketika dia lupa membawa kacamatanya. Sementara matahari tenggelam, mata Gandhi akan tertutup ketika dia terhanyut dalam kata-kata suci.
Dua kakak beradik itu cukup menarik. Dr.Khan adalah seorang yang supel, yang menghabiskan waktunya di Eropa sehingga temperamennya lebih luwes. Ghaffar memandang hidup pada intinya sebagai hal yang religius, sementara kakaknya memandangnya lebih duniawi. Ghaffar sangat bersahaja dan disiplin, Dr.Khan menikmati hidup tanpa rasa bersalah. "Ghaffar menjalankan 'namaz' (shalat dalam bahasa Persia) untuk kami berdua" demikian ia seringkali bercanda.
Mereka bertiga jauh lebih sering tidak membicarakan politik. Gandhi ingin belajar lebih banyak tentang Khudai Khidmatgar (gerakan anti kekerasan) mereka.
Gandhi terusik oleh ketaatan Ghaffar sebagai seorang muslim dengan pemikiran yang luas. Suatu ketika dia bertanya kepada Ghaffar mengenai istri kakaknya yang berkebangsaan Inggris. Apakah istri Dr.Khan itu beralih memeluk Islam?. "Engkau pasti terkejut karena aku tidak dapat mengatakan apakah dia menjadi Muslim atau tetap Kristen" jawab Ghaffar. Bahkan, orang seperti Gandhi pun pasti terkesan oleh ketidakterlibatannya pada titik yang terlihat mendasar bagi seorang Muslim. "Dia tidak pernah beralih - sejauh yang saya tahu - dan dia sepenuhnya bebas mengikuti keyakinannya sendiri. Aku tidak pernah bertanya mengenai hal itu. Untuk apa? Kenapa suami-istri tidak boleh berpegang teguh pada keyakinan mereka masing-masing? Kenapa pernikahan harus mengubah keyakinan seseorang?".
"Aku setuju" kata Gandhi "Tapi, apakah demikian menurut kebanyakan orang Muslim?"
"Tidak, aku tahu mereka tidak akan melakukannya. Tapi, untuk masalah ini, belum tentu satu diantara seratus ribu orang yang mengerti semangat Islam yang sejati. Aku pikir dibalik semua pertentangan kita terdapat satu kesalahan untuk dapat mengenali bahwa semua keyakinan mengandung cukup inspirasi bagi para penganutnya. Al-Qur'an berkata dalam banyak ayat bahwa Tuhan mengirim utusanNya kepada segala suku dan bangsa. Mereka semua adalah ahli kitab"
Keterangan foto: Abdul Ghaffar Khan dengan Mahatma Gandhi Oktober 1938
Sari buku
NONVIOLENT
SOLDIER OF ISLAM
Biografi Badshah Khan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar