Belgia 1876,
Usai pertengkaran dengan Verlaine (teman sesama penyair) yang berujung cedera pada tangannya, Arthur Rimbaud menggelandang di Eropa.
Rimbaud lalu bertemu seorang Belanda perekrut serdadu KNIL yang kala itu ada di seantero Eropa. Markas Besar Militer Kerajaan Belanda kekurangan tenaga prajurit untuk menuntaskan perang di Aceh yang memeras kekuatan militer kolonial Belanda. Uang kontrak yang dibayarkan di muka memang menarik, 300 gulden untuk masa dinas selama enam tahun. Saat ditanya, apa tugas prajurit KNIL, pihak yang menawarkan kontrak enggan menjelaskan dan justru mempromosikan Pulau Jawa adalah surga tropis dengan penari ronggeng cantik, arak, dan rokok kretek yang beraroma rempah.
Sebuah kesenangan duniawi untuk orang Eropa berkantong cekak dengan menjadi serdadu Kolonial.
Rimbaud lalu mencari informasi soal KNIL dengan mendatangi konsulat Belanda di Brussel. Dari informasi yang diperoleh, Rimbaud ke Hardewijk, dekat Rotterdam yang menjadi pusat persiapan pemberangkatan KNIL.
Hardewijk Belanda,
Selama 20 hari, hingga 10 Juni Arthur Rimbaud menjalani pendidikan dasar dan seluk-beluk disiplin militer. Semua bisa dijalani dengan baik oleh para calon prajurit. Setiap senja hari, mereka diizinkan meninggalkan barak dan bisa mengunjungi barataupun rumah bordil di Harderwijk yang sebagian besar warganya tergolong religius. Pada malam menjelang keberangkatan, setiap kompi pasukan menerima bonus uang, Esok harinya, aparat militer di Harderwjik mengawasi agar tidak ada desertir ataupun prajurit baru yang mabuk berat sehingga ketinggalan kapal.
Akhirnya 200 prajurit baru tersebut diberangkatkan dengan kereta api ke Nieuw Diep lalu menaiki kapal uap Prins van Oranje menuju Hindia Belanda.
Semarang,
Setelah berlayar delapan pekan melaui Selat Gibraltar, Southampton, Naples, terusan Suez dan Padang, Rimbaud tiba di Batavia pada 22 Juli.
Minggu, delapan hari kemudian, bersama para prajurit lain, Rimbaud berkemas untuk berangkat ke Semarang menumpang kapal Fransen van de Putte yang tiba di Semarang tanggal 2 Agustus. Semarang adalah pusat bisnis yang berkembang pesat lebih maju dari Batavia. Jalan raya terlihat ramai dan banyak pemukim Tionghoa di penjuru kota. Gudang-gudang di pelabuhan dipenuhi tumpukan karung gula pasir salah satu komoditas utama yang akan dibawa ke Batavia untuk diekspor.
Perjalanan tidak berakhir di Semarang. Rombongan prajurit tersebut diperintahkan bergabung dengan tangsi di Salatiga.
Setelah menempuh perjalanan dengan kereta api dengan pemandangan pedesaan yang mempesona bagi seorang penyair seperti Rimbaud, mereka tiba di stasiun Tuntang dan berbaris menuju Tangsi di Salatiga.
Ternyata Rimbaud tidak ditugaskan pada batalyon organik (pengamanan), tapi pada batalyon tempur.
Banyak veteran Perang Aceh dan tidak sedikit yang gugur dalam pertempuran di Aceh dari batalyon tersebut. Prajurit di batalyon tersebut berasal dari beragam daerah seperti Jawa, Maluku, dan Madura. Mereka membawa keluarga tinggal bersama-sama di tangsi. Prajurit yang pulang dari penugasan di Aceh kerap berbicara soal keganasan pertempuran, perut yang terburai, sabetan kelewang memecah tengkorak kepala, perjalanan menembus rimba-belantara, kehausan, lapar, dan beragam penyakit tropis yang tidak bisa disembuhkan; hal ini menjadi pembicaraan sehari-hari di tangsi. Sungguh berbeda dengan situasi Kota Semarang yang aman, tenteram, damai ....
Sesudah bertemu beberapa prajurit tua - kemungkinan besar sesama orang Prancis Rimbaud akhirnya memutuskan untuk desersi (melarikan diri dari dinas)
Rimbaud pun kasak-kusuk mencari jalan melarikan diri ke Semarang. Didapatinya sebuah jalan yang biasa dilewati para petani turun dari Salatiga ke Kota Semarang.
Pada tanggal 15 Agustus, 12 hari setelah tiba di Jawa, saat perayaan hari besar Santa Maria naik ke surga, Rimbaud mendatangi komandan untuk meminta izin mengikuti misa di Kapel Santo Dionisius di luar tangsi. Dia menanggalkan seragam biru KNIL dan perlengkapan militer di sebuah peti di kolong ranjangnya. Dia memakai baju biasa, memakai topi petani, dan memanggil dokar yang dimintanya mengantarkan ke Semarang. Perjalanan ditempuh selama tiga jam hingga tiba di Pelabuhan Semarang.
Rimbaud bertemu dengan seorang pelaut Inggris dan -kemungkinan besar menumpang perahu Skotlandia bernama Chief Wandering. Dia pun membayar ongkos kapal dan membantu bongkar muat barang. Kapal bertolak dari Semarang tanggal 29 Agustus dan tiba di Queenstown Inggris, tanggal 6 Desember, setelah dihantam badai di Tanjung Harapan. Rimbaud pun tiba di Charleville, Prancis tanggal 9 Desember 1876.
Rimbaud kemudian melanjutkan hidup di Etiopia, berjualan senjata dan memimpin sebuah pabrik. Dia lari dari masa lalunya di Jawa dan di Prancis dan meninggal di usia 37 tahun di Marseille, Prancis, akibat didera sakit.[]
Sumber:
1.buku "KNIL" Perang Kolonial di Nusantara dalam Catatan Prancis
2.https://id.m.wikipedia.org/wiki/Berkas:Peringatan_Kehadiran_Arthur_Rimbaud_di_Kompleks_Rumah_Dinas_Wali_Kota_Salatiga.jpg
Keterangan foto: Plakat yang menunjukkan keberadaan Penyair Arthur Rimbaud di Rumah Dinas Walikota Salatiga
Tidak ada komentar:
Posting Komentar