Mulai dari Alun-alun Kidul (Selatan) sampai ke Alun-alun Lor (Utara) tampak pemandangan yang indah dan meriah pada pagi hari 18 Maret 1940 itu.
Semua telah siap menyambut penobatan Raja yang baru. Di Bangsal Kencana para tamu dalam pakaian kebesaran masing-masing mulai memenuhi ruangan.
Kira-kira jam 10.30 Gubernur Belanda Dr Lucien Adam memasuki Regol Danapertapa dalam pakaian resminya, disambut oleh GRM Dorodjatun yang juga mengenakan pakaian kebesaran.
Mereka sejenak berada di Bangsal Kencana di mana diperdengarkan lagu kebangsaan Belanda "Wilhelmus". Sesudah itu, dengan Dorodjatun di sebelah kiri Gubernur dan didahului oleh prosesi alat upacara Kesultanan, mereka menuju ke Siti Hinggil dan naik ke Bangsal Manguntur Tangkil Gubernur langsung duduk di kursi kehormatan, sementara Dorodjatun duduk di deret paling depan dalam kelompok para pangeran karena saat itu statusnya pun belum lagi sebagai putra mahkota.
Pada hari bersejarah itu Gubernur Adam atas nama pemerintah Hindia Belanda melakukan dua kali penobatan sekaligus, yaitu mengangkat GRM Dorodjatun sebagai putra Mahkota, dilanjutkan penobatan putra Mahkota sebagai Sultan Yogyakarta dengan gelar Sampeyan Dalem Ingkang Sinuwun Kanjeng Sultan Hamengku Buwono Senopati Ingalaga Ngabdurrakhman Sayidin Panatagama Kalifatullah Kaping-IX.
Setelah kata-kata penetapan Gubernur diucapkan dan lagu "Monggang" memenuhi ruangan yang sedang diliputi suasana khidmat, salvo senapan pun terdengar memecah keheningan dan dentuman meriam menggelegar tiga belas kali.
Resmilah Dorodjatun menjadi Sultan Hamengku Buwono IX. Ia lalu dipersilakan duduk di atas singgasana Kesultanan yang berada di sebelah kanan kursi Gubernur Adam, menghadap ke arah utara. Demikian pula saat keduanya meninggalkan Siti Hinggil usai penobatan Sultan baru berjalan disebelah kanan Gubernur Adam
Ada hal lain yang mengesankan semua yang hadir pada umumnya, mengejutkan para pejabat Belanda pada khususnya. Raja muda yang baru dinobatkan itu mengucapkan pidato yang nadanya progresif dalam bahasa Belanda yang fasih dan diakhiri dengan kata-kata:
"πΊπππππππππ ππππ ππππππ πππ πππππ πππππ ππππ ππ π π π ππππ ππ ππππ ππ ππππ πππππ π ππ πππππ, ππππππππ-πππππ ππππππ πππ ππππππππππ πππππππππππππ ππππ π©ππππ π ππ π»ππππ ππππ π ππππ πππππππ ππππ π ππππ πππππππ ππππππππ, πππππ ππππ π»ππππ πππππ ππππππππππ ππππππππ ππππππ. πΎπππππππ ππππ πππππ πππππππππ ππππ ππ ππππ π©ππππ ππππ ππππππππππ, πππππ πππππππ-ππππ ππππ ππ ππππ π ππ πππππ ππ ππππ πππππ π±πππ"[]
Sumber
1. Buku " Tahta Untuk Rakyat"
2.https://www.goodnewsfromindonesia.id/2021/03/18/sejarah-hari-ini-18-maret-1940-penobatan-sri-sultan-hamengkubuwana-ix
Keterangan foto: Sri Sultan Hamengkubuwono IX bersama Gubernur Lucien Adam usai penobatan