Yogyakarta 1971,
Hari itu rumah pak AR (Abdur Rozak Fachrudin, Ketua PP Muhammadiyah) kedatangan tapi Walikota Yogyakarta Sujono A.J bersama asistennya.
Kedatangan orang nomor satu di rumah sederhana yang terletak di Jl. Cik Ditiro 19A itu tentu saja membuat tuan rumah merasa terhormat.
Setelah saling bertukar kabar, Walikota itu manyampaikan maksudnya
"Mohon maaf, Pak A.R ., " kata Wali Kota, "Kedatangan kami ke sini, selain silaturahim dan menadah berkah dari Pak A.R ., juga membawa pesan penting dari Pemerintah Pusat."
Belum hilang keterkejutan pak AR, Sujono A.J. sudah melanjutkan,
"Bapak Presiden meminta kesediaan Pak A.R. untuk menjadi anggota DPR di tingkat pusat."
A.R. menanggapinya hanya dengan senyum. "Wah, wah ... Mimpi apa saya semalam sehingga mendapat anugerah agung seperti ini," kata A.R. setengah bercanda.
Setelah diam beberapa saat pak AR berkata "Saya hanya bisa mengucapkan terima kasih atas kepercayaan Bapak Wali Kota dan Bapak Presiden kepada saya,"
"Tolong, sampaikan terima kasih saya ini kepada Pemerintah. Terima kasih banyak atas maksud baiknya yang hendak memberi saya kehormatan menjadi anggota DPR. Namun, karena saat ini saya baru saja diberi amanah jadi Ketua Umum
PP Muhammadiyah, maka sampaikan permintaan maaf saya kepada Pemerintah, bahwa saya lebih baik tidak usah menjadi anggota DPR. Saya mohon izin untuk menunaikan amanah warga Muhammadiyah. Izinkan saya memimpin persyarikatan hingga masa bakti saya selesai."
Wali Kota memahami posisi pak A.R. Dia menerima keputusan itu danberjanji segera melaporkannya ke Pemerintah Pusat.
Sebulan kemudian, Sujono A.J datang lagi ke rumah pak AR. Seperti kedatangan sebelumnya, kali ini pesan yang dibawa dari Pemerintah Pusat adalah tawaran kepada pak A.R.sebagai anggota MPR. Wali Kota Sujono juga menjelaskan kepada pak AR. bahwa menjadi anggota MPR tidak sesibuk anggota DPR, karena jarang sidang. Dengan alasan itu, Wali Kota ingin agar kali itu A.R. bersedia menerimanya.
"Saya dan warga Yogyakarta tentu akan merasa sangat bergembira jika Pak A.R. bersedia menerima tawaran ini," kata Sujono sembari menatap wajah pak A.R. penuh takzim.
Seperti biasa, pak A.R. hanya tersenyum. "Saya mengucapkan terima kasih karena untuk kedua kalinya Pemerintah memberi kepercayaan kepada saya untuk menjadi anggota dewan. Tapi, mohon maaf, Pak Wali Kota. Jawaban saya masih sama seperti yang dulu. Saya masih ingin fokus memimpin Muhammadiyah."
Sujono pulang dengan tangan hampa lagi. Pak A.R. tetap pada pendiriannya. Dia menolak dengan halus jabatan anggota MPR yang ditawarkan Pemerintah.
Sejak menolak dua jabatan itu, Pak AR tidak pernah lagi ditawari jabatan di pemerintahan.
Tahun 1988, Pak AR tidak bisa menolak saat ditawari menjadi anggota DPA. Untuk menjawabnya diserahkan kepada sidang pleno PP Muhammadiyah.
Akhirnya, sidang pleno PP Muhammadiyah memutuskan agar Pak AR menerima tawaran itu.
Karena pak AR menjadi anggota DPA, maka beliau mendapat dan jatah mobil dinas dari negara. Mobil itu memang diterima pak A.R tetapi tidak untuk dipakainya. Kendaraan roda empat itu justru diserahkannya kepada Muhammadiyah. Pak A.R. melakukan itu karena merasa bahwa dirinya diangkat menjadi anggota DPA karena dia dianggap sebagai tokoh Muhammadiyah-bukan karena pribadinya. Jika tidak karena dia seorang tokoh Muhammadiyah, besar kemungkinan dia tidak akan ditunjuk menjadi anggota DPA. Oleh karenanya, dia merasa mobil itu harus diserahkan kepada Muhammadiyah, yang dinilainya paling berhak untuk memanfaatkannya. []
Sumber:
1.Buku "Pak AR & Jejak-jejak Bijaknya"
2.https://ibtimes.id/kisah-pak-ar-berkali-kali-menolak-jabatan/
Keterangan foto: Abdul Rozak Fachrudin (Pak AR)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar