Rabu, 01 Mei 2024

NGEMAN PAK HARTO

Ngeman adalah bahasa Jawa yang menggambarkan perasaan simpati terhadap orang lain, yang tidak rela orang tersebut mengalami musibah, menderita atau tersakiti.

Hal itulah yang dirasakan Ali Moertopo dan rekannya Yoga Sugomo tehadap Pak Harto.

Dalam rangka ngeman tersebut, mereka menilai masa jabatan Pak Harto sebagai Presiden RI akan mencapai 16 tahun pada 1983. Ini masa jabatan yang cukup lama, sebuah masa jabatan yang luar biasa dan sangat membanggakan, tetapi juga bisa menimbulkan berbagai ekses buruk, antara lain perasaan jenuh. Dalam kaitan kekuasaan, bisa pula menimbulkan perasaan dan sikap keakuan yang berlebihan.


Memahami hal tersebut mereka berdua mencoba mengingatkan Pak Harto dengan "Cara Jawa", yaitu memangku Pak Harto agar cukup merasa puas untuk menjadi tokoh senior dan bapak bangsa yang dimuliakan, yaitu dengan pemberian gelar "Bapak Pembangunan" sebagai puncak prestasi pengabdian sekaligus penghargaan rakyat. Diinginkan agar selanjutnya Pak Harto berkenan lengser dan tidak lagi mencalonkan kembali menjadi presiden para periode berikutnya (tahun 1983-1988). Jika nanti timbul pertanyaan dari Pak Harto, siapakah yang harus menggantikannya? Yoga menyatakan, "Sebaiknya generasi peralihan dari Angkatan 45. Siapa saja yang pak Harto pilih, maka saya akan mendukung dan menyukseskannya."


Sayang, rencana yang telah disusun itu tidak sesuai dengan harapan. Gelar "Bapak Pembangunan" tetap diterima, tapi Pak Harto tetap maju kembali pada Pemilihan Presiden 1983-1988.

Kekecewaan Ali Moertopo, disampaikan kepada Yoga, namun Yoga mengingatkan untuk tidak bertindak lebih jauh sebab bisa disalahartikan mereka punya ambisi untuk meraih jabatan yang lebih tinggi.


Gagal mengingatkan Pak Harto dengan "cara jawa" Yoga mencoba lagi dengan cara terbuka

Dalam suatu pertemuan rutin mingguan di bulan Mei 1985, Yoga menyampaikan pandangannya kepada Pak Harto, antara lain:

1.Pak Harto sudah akan mencapai usia 67 pada Pemilihan Umum tahun 1988 dan secara realita sudah menjadi Kepala Negara selama 22 tahun. Dikhawatirkan akan sampai pada tahap jenuh dan lelah.


2.Periode kepemimpinan 1983-1988 menurut Yoga adalah periode puncak keemasan kepemimpinan Pak Harto. Sesudah itu dikhawatirkan akan mulai melemah.


3.Bisnis keluarga dan putra-putranya yang terus membesar bisa menjadi sumber kecemburuan sosial dan sasaran tembak.


4.Sumber dan jaringan informasi serta rekrutmen Pak Harto secara alamiah semakin menyempit disebabkan kesenjangan generasi.


Berdasarkan analisis tersebut, dalam pertemuan tadi Yoga Sugomo menyarankan agar pak Harto dengan jiwa besar, legowo lengser keprabon dan tidak maju lagi dalam masa jabatan berikutnya pada tahun 1988. Pak Harto dimohon mempersiapkan kader peralihan generasi 45. Siapa pun kader yang ditunjuk, Yoga Sugomo menyatakan akan mengamankan dan mendukungnya.


Saran Yoga tersebut tidak ditanggapi oleh Pak Harto. Juga ditolak oleh Sudharmono dan Benny Moerdani yang hadir dalam pertemuan. Terjadi perdebatan yang cukup menegangkan, sementara Pak Harto terlihat lebih banyak diam dan tidak mengambil sikap. Ibu Tien Soeharto yang diam-diam mengamati, kemudian melintas di ruang pertemuan tersebut, seraya memberi isyarat cenderung mendukung usul Yoga.


Peristiwa malam itu sangat menyakitkan hati Yoga. Ia kesal dan prihatin atas sikap Pak Harto dan kedua sejawatnya. la bahkan memutuskan tidak akan menghadap Pak Harto lagi, jika tidak dipanggil. 

Semenjak itu pula, pertemuan rutin Jum'at malam di jalan Cendana sejak 1974 terhenti. Pertemuan itu biasanya digunakan Presiden dan pembantu terdekat untuk mengevaluasi keadaan, mengolah informasi-informasi penting serta membuat perkiraan keadaan ke depan berikut langkah-langkah untuk mengantisipasinya.

Maka berakhirlah kerja sama 'sedulur sinorowedi' (saudara dekat)itu. Yoga pun menyesuaikan diri dengan masa-masa senjanya dengan lebih menekuni dunia tasawuf.[]


Sumber 

1.Buku "Jenderal Yoga" Loyalis di Balik Layar


2.https://www.google.com/amp/s/daerah.sindonews.com/newsread/1193663/29/kisah-jenderal-yoga-sugomo-sedulur-sinorowedi-yang-berani-minta-presiden-soeharto-tak-nyalon-di-pilpres-1988-1693894160


3.https://www.google.com/amp/s/daerah.sindonews.com/newsread/1193663/29/kisah-jenderal-yoga-sugomo-sedulur-sinorowedi-yang-berani-minta-presiden-soeharto-tak-nyalon-di-pilpres-1988-1693894160


Keterangan foto: Yoga Sugomo (tengah) bersama Sudomo dan M.Yusuf



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

SUAMI DENGAN TIGA CINTA

1904 Nest, demikian panggilan EFE Douwes Dekker menikah dengan Clara Charlotte Deije dan memperoleh 5 anak, dua diantaranya laki-laki mening...