Senin, 21 Agustus 2023

CSIS, BENNY DAN BEEK

Centre for Strategic and International Studies (CSIS) merupakan lembaga pemikir (think tank) yang didirikan, antara lain, oleh Jusuf Wanandi, Harry Tjan Silalahi, Sudjati Djiwandono dan Daoed Joesoef pada 1971. Mereka kemudian menggandeng dua tentara asisten pribadi Soeharto, Letnan Jenderal Purnawirawan Ali Moertopo dan Mayor Jenderal Purnawirawan Soedjono Hoemardani. Gagasan mendirikan CSIS muncul setelah Jusuf dan teman-temannya bertemu dengan Soeharto tak lama setelah pelantikannya sebagai Presiden RI kedua pada 1968. Jusuf, saat itu aktivis antikomunis, menawari Soeharto membentuk think tank untuk membantu dia menjalankan pemerintahan baru. Soeharto menyambut gagasan itu.

Sejak itu, diminta atau tidak, Jusuf rutin mengirimkan memo berupa analisis atas berbagai perkembangan politik langsung ke ruang kerja Soeharto melalui Ali dan Soedjono. Sebaliknya, Ali dan Soedjono aktif menimba dan menyumbangkan gagasan dalam pelbagai pertemuan di CSIS.

Pada 1974, ketika Benny dipanggil pulang Soeharto dari Korea Selatan, hubungan Jusuf cs di CSIS dan Benny kian dekat. Ia kerap datang ke kantor Jusuf untuk meminta masukan.Tapi, setelah Benny menjadi Panglima ABRI, Jusuf dan kawan-kawanlah yang rutin datang ke kantornya untuk memberi masukan.

Dalam perjalanannya, kedekatan hubungan Benny dan CSIS kemudian menimbulkan desas-desus yang sumir. Misalnya keakraban CSIS dan Benny itu merupakan bagian dari dibentuknya aliansi Katolik-militer. Itu berangkat dari asumsi bahwa pemikiran-pemikiran CSIS sesungguhnya sangat dipengaruhi oleh seorang romo bernama Josephus Gerardus Beek (1917-1984) atau biasa dikenal dengan Pater Beek.

Dia adalah jesuit yang secara keras antikiri. Romo Beek dikenal memiliki grup diskusi yang secara kontinu mengeluarkan dokumen-dokumen analisis politik mutakhir yang kemudian disebar di kalangan Katolik.

Atas pernyataan ini Jusuf menegaskan "Sama sekali tak benar. Tidak ada sangkut pautnya antara Benny dan Pater Beek. Sangkut paut pemikiran pun tidak ada. Wong Ali Moertopo saja satu kali ketemu Romo Beek, apalagi Benny. Tidak pernah sama sekali!"

Namun, Jusuf mengakui bahwa Romo Beek memang pastor yang menjadi mentornya ketika masa-masa dia menjadi aktivis di Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI). Keduanya membentuk Biro Dokumentasi pada 1963 bersama aktivis mahasiswa lain, seperti Harry Tjan Silalahi dan Sudjati Djiwandono. "Biro itu dibentuk atas permintaan para uskup dan berkantor di Majelis Agung Wali Gereja Indonesia," ujarnya.

Biro Dokumentasi bertugas mengumpulkan kliping, data, dan informasi untuk memberikan bahan kepada pemimpinpemimpin gereja Katolik dan Partai Katolik dalam melawan komunisme serta semua yang kekiri-kirian pada era Bung Karno.

Apakah Biro Dokumentasi itu cikal-bakal CSIS? "Bukan!" jawab Jusuf, tegas. Kebetulan saja, menurut Jusuf, orang-orang yang dulu aktif di Biro Dokumentasi-dia, Harry Tjan, dan Sudjati-kemudian mendirikan CSIS pada 1971.

"Setelah CSIS berdiri, Pater Beek tidak ikut kami lagi. Kami jalan sendiri," ujarnya.[]


Sumber:

buku "Benny Moerdani" Yang Belum Terungkap



ASMARA SANG PETUALANG

Jumlah murid Kweekschool Bukittinggi angkatan 1907 ada 16 orang. Diantaranya terdapat Ibrahim dan Syarifah Nawawi, sebagai satu-satunya murid perempuan.

Rupanya Ibra menaruh hati pada teman sekolahnya itu. Itulah sebabnya, saat kelulusan sekolah tahun 1913 diadakan rapat tetua adat Nagari Pandan Gadang limapuluh kota terjadi keributan. Dalam rapat itu Ibrahim dihadapkan dua pilihan Ibunya: menolak gelar atau kawin. Rupanya Ibrahim menolak dikawinkan dan memilih menerima gelar, sehingga namanya menjadi Ibrahim Datuk Tan Malaka.

Tan lalu berangkat meneruskan studinya ke Rijkskweekschool, Haarlem, Negeri Belanda. Tan rajin menulis surat kepada Syarifah yang kemudian melanjutkan studinya ke Sekolah Guru di Salemba School. Rupanya cinta mereka bertepuk sebelah tangan. Syarifah tidak pernah membalas surat Tan, dan menerima lamaran Bupati Cianjur R.A.A Wiranatakoesoema pada tahun 1916.

Tan lalu melabuhkan hatinya kepada Fenny Struyvenberg, mahasiswi kedokteran berdarah Belanda yang sering berkunjung ke pondokan Tan. Bahkan wanita ini sempat menyusul Tan ke Indonesia. Namun hubungan mereka tak banyak diketahui.

Tan lalu bermukim selama tiga tahun di Rusia dan mengikuti sidang Komintern dan bertemu lalu menjalin hubungan dengan wanita setempat.

"Nona Carmen" adalah wanita berikutnya yang disebut Tan Malaka dalam bukunya "Dari Penjara ke Penjara". Wanita itu adalah anak rektor Universitas Manila, yang membantunya masuk ke Philipina dari Kanton dan mengajari bahasa Tagalog.

Di China Tan juga menyebut AP, gadis berusia 17 tahun yang sering mengadu dan minta diajari bahasa Inggris.

Usai Proklamasi Kemerdekaan, Tan keluar dari persembunyiannya. Saat berkunjung ke rumah Ahmad Subardjo, di paviliun miliknya, Tan bertemu dengan Paramita Rahayu Abdurrachman. Wanita itu keponakan Ahmad Subardjo dan rupanya menyukai Tan, sehingga oleh teman-temannya dikatakan Tan Malaka adalah tunangannya.

Namun, saat Tan kembali menjadi buronan Kenpetai, hubungan mereka lalu terputus. Paramita juga mengatakan Tan orang yang hidup tidak normal. Dia merasa Tan terlalu besar, karena menginginkan Paramita seperti RA Kartini.

Suatu saat Tan kembali bertemu dengan Syarifah yang sudah menjanda dengan tiga anak sejak 1924. Kembali cinta pertamanya bersemi dan dia meminang Syarifah. Lamaran itu ditolak oleh Syarifah.

Adam Malik, koleganya di  Persatuan Perjuangan, pernah menanyakan kepada Tan Malaka, "Bung, apa Bung pernah jatuh cinta?"

Tan menjawab: "Pernah. Tiga kali malahan. Sekali di Belanda, sekali di Philipina dan sekali lagi di Indonesia. Tapi, yah, semua itu katakanlah hanya cinta yang tak sampai, perhatian saya terlalu besar untuk perjuangan".[]


Dari buku

"TAN MALAKA" Bapak Republik yang Dilupakan


Keterangan foto: dari kiri Syarifah Nawawi, Paramita Rahayu Abdurrachman, Tan Malaka



TANDA PLIMSOLL

Sebuah kapal yang memuat banyak beban, bagian atasnya nampak lebih sedikit diatas permukaan air.

Bagi pengusaha kapal hal tersebut adalah yang diharapkan, karena lebih banyak muatan tentunya akan banyak pula penghasilan yang diperoleh.

Saat muatan banyak, kapal di pelabuhan tidak perlu khawatirkan, karena perairannya yang relatif tenang. Tapi pada saat kapal berlayar di lautan lepas, maka hal tersebut menjadi sesuatu yang menakutkan. Gelombang laut yang besar akan membawa air masuk ke kapal. Dan apabila hal itu terus berlangsung, maka besar kemungkinan kapal itu akan karam.

Namun pemilik kapal karamnya sebuah kapal tidak jadi masalah, karena kapal beserta muatannya sudah diasuransikan.

Demikianlah yang terjadi di Inggris pada abad kesembilan belas.

Karena kapal sering memuat barang melebihi kapasitas, awak kapal mati sementara pemilik kapal menjadi kaya.

Pada 1871, dilepas pantai Inggris terdapat 856 kapal yang tenggelam dan hampir 2000 awak kapal tenggelam di laut. Para awak kapal menamakannya dengan "Kapal Jenazah".

Banyaknya kapal yang tenggelam tak mengurangi kapal yang tetap berlayar dengan beban yang berlebihan, karena, hukum mengatakan awak kapal tidak boleh menolak berlayar. Bila menolak, mereka akan dipenjara karena dianggap membelot.

Pada 1871 saja, 1.628 awak kapal masuk penjara karena menolak berlayar dengan "Kapal Jenazah".

Akhirnya pemilik kapal mencari awak kapal laki-laki berusia dibawah tujuh belas tahun yang kemungkinan mau menerima pekerjaan apa saja.

Dan tenggelamnya kapal dilaut karena kelebihan muatan sementara pemilik kapal memperoleh banyak uang tetap terjadi.

Samuel Plimsoll adalah seorang yang peduli dengan itu. Dia memperjuangkan diundang-undangkannya hukum yang mewajibkan semua kapal memiliki daya muatan yang aman.

Tapi di parlemen, kebanyakan anggotanya adalah pemilik kapal. Mereka tentu tidak mau dirugikan dengan perjuangan Plimsoll.

Plimsoll bahkan mengancam Perdana Menteri Benjamin Disraeli : "Saya menuduh pemerintah memberi keuntungan kepada pembunuh di Parlemen yang melanjutkan sistim kejam dengan mengirim orang dan kapal rongsok ke laut".

Kepada Ketua Parlemen, sambil mengepalkan tangan, Plimsoll berkata "Saya bertekad membuka kedok para penjahat yang mengirim pelaut kita untuk mati"

Akhirnya, setelah dua puluh tahun berjuang Plimsoll memenangkan perjuangan.

Sekarang, setiap kapal harus mempunyai garis muatan aman yang tampak jelas dan dicat pada lambung kapal.

Tanda itu berupa lingkaran dengan garis lurus yang melintasinya.

Bila garis itu tidak tampak dipermukaan air, maka kapal tidak boleh berlayar.

Tanda itu dinamakan dengan "Plimsoll Mark" atau Tanda Plimsoll atau "Markah Kambangan"

Sumber

1 Buku "satu+ satu= tiga"

2.https://www.transfigurephotography.co.uk/samuel-plimsoll/

3.https://nkpismkn6bdl.blogspot.com/2019/03/plimsoll-mark.html?m=1



DITANDATANGANI ATAS NAMA BANGSA INDONESIA

Jakarta 9 Ramadhan 1364 H dinihari,

Usai penyusunan naskah Proklamasi, diruang tengah telah menunggu anggota PPKI, beberapa pemimpin pemuda dan anggota Cuo Sangi In (Badan Pertimbangan Pusat). Semuanya ada kira-kira 50 orang.

Sukarno memulai membuka sidang informal persiapan proklamasi kemerdekaan Indonesia dengan membacakan rumusan naskah proklamasi, secara perlahan dan berulang-ulang. Sesudah itu, dia bertanya, "Dapatkah ini saudara-saudara setuju?"

Gemuruh suara mengatakan, "Setuju!"

Sukarno mengulangi, "Benar-benar saudara semuanya setuju?"

"Setuju .... " kata hadirin serentak.

Setelah itu, Hatta yang mengira tidak ada yang tidak setuju, mengatakan, "Kalau saudara semuanya setuju, baiklah kita semuanya yang hadir di sini menandatangani naskah proklamasi Indonesia merdeka ini sebagai suatu dokumen.yang bersejarah. Ini penting bagi anak cucu kita. Mereka harus tahu, siapa yang ikut memproklamasikan Indonesia merdeka. Hal ini seperti naskah proklamasi kemerdekaan Amerika Serikat dahulu. Semuanya yang memutuskan ikut menandatangani keputusan mereka bersama."

Bukan hanya Hatta yang menginginkan naskah proklamasi ditandatangani oleh semua seperti Deklarasi Kemerdekaan Amerika Serikat. Sukarno juga mengusulkan supaya semua yang hadir ikut menandatangani. "Seperti Declaration of Independence-nya Amerika," kata Sukarno, ditirukan BM Diah.

Sejenak suasana rapat diam. Tidak lama kemudian, Sukarni maju ke muka, menyatakan dengan lantang, "Bukan kita semuanya yang hadir di sini harus menandatangani naskah itu. Cukuplah dua orang saja menandatangani atas nama rakyat Indonesia, yaitu Bung Karno dan Bung Hatta." Ucapan tokoh pemuda dari Asrama Menteng 31  disambut oleh seluruh yang hadir dengan tepuk tangan riuh dan muka berser-seri.

"Aku merasa kecewa karena kuharapkan mereka menandatangani suatu dokumen yang bersejarah, yang mengandung nama mereka untuk kebanggan anak cucu di kemudian hari," kata Hatta. "Akan tetapi, apa yang akan dikata?"

Dan keesokan harinya Proklamasi kemerdekaan itu ditandatangani oleh Sukarno Hatta, atas nama bangsa Indonesia.[]

Sumber:

1.Buku "17 Fakta Mencengangkan di balik Kemerdekaan Indonesia

2.https://www.merdeka.com/peristiwa/17-agustus-1945-juga-jatuh-hari-jumat-bulan-ramadan.html

3.https://www.google.com/amp/s/nasional.tempo.co/amp/1623564/sukarni-tokoh-muda-di-sekitar-proklamasi-indonesia


Keterangan foto: Sukarni (ketiga dari kanan) saat dilantik sebagai duta besar Tiongkok tahun 1961



Minggu, 13 Agustus 2023

MERANTAU KE BANDUNG

Usai menamatkan MULO, keluarga Sjahrir menyarankan melanjutkan sekolahnya ke Bandung.

Di AMS Bandung, pemuda itu mengambil jurusan klasik barat yang akan mengarahkan menjadi jaksa seperti ayahnya.

Di Bandung, Sjahrir menumpang di rumah saudara tirinya, Radena, yang terletak di jalan Dr. Samjudo.

Mulanya Sjahrir bukan siswa yang menonjol, namun dalam perkembangannya ia memperlihatkan karakter yang pandai bergaul, pemberani dan mahir mendebat gurunya.

Nasionalisme Sjahrir muncul akibat bujukan kawan sekelasnya, Boediono yang sering mengajak jalan-jalan. Dan rasa ini makin tumbuh saat mendengarkan pidato Dr.Cipto dialun-alun Bandung.

Pemuda ini ikut membentuk Jong Indonesie serta majalah 'Perhimpunan'. Untuk itu ia sering diusir polisi belanda karena sering ikut membaca buletin yang ditujukan kepada warga belanda.

Kepandaiannya berdebat membuat Sjahrir ikut dalam klub debat 'Scientiaeque' sebuah forum debat bagi pelajar dan pemuda tentang ide kebangsaan.

Ia juga ikut bergabung dalam klub sepakbola 'Voetbalvereniging Poengkoer' sebagai penyerang.

Di AMS,Sjarir juga bergabung dengan himpunan tater mahasiswa Indonesia 'Batovis'. Selain sebagai aktor, dia juga berperan sebagai sutradara dan penulis skenario. Hasil dari pentas tersebut ia gunakan untuk membiayai sekolah rakyat yang ia dirikan untuk keluarga tidak mampu di Bandung, yaitu 'Tjahja Volkuniversiteit'.

Sjahrir mempunyai banyak teman, termasuk pemuda dan noni-noni Belanda yang mengundangnya berpesta. Ia mahir berdansa waltz, foxtrot dan charleston. Baginya ia membenci imperialisme dan kolonialisme yang dibawa mereka, tetapi tidak orangnya.

Dengan usia yang masih belia dan kecerdasan yang tinggi, pada juni 1929 Sjahrir menamatkan sekolahnya di Bandung...


Dari buku

"Sutan Sjahrir.Pemikiran&Kiprah sang Pejuang Bangsa"


Keterangan foto: Dari kanan Moh Roem, Sutan Sjahrir, Amir Sjarifoeddin



KEMARAHAN SJAHRIR MENJELANG KEMERDEKAAN

 

Kekalahan Jepang yang dipercepat oleh bom atomyang dijatuhkan di kota Hiroshima dan tidak adanya persiapan sekutu untuk cepat-cepat memasuki kawasan Asia Tenggara memberi suatu kesempatan untuk menyatakan kemerdekaan Indonesia. Soekarno dan Hatta yang belum mengetahui berita menyerahnya Jepang, tidak merespons secara positif. Mereka menunggu keterangan dari pihak Jepang yang ada di Indonesia.


Terdapat kisah menarik menjelang kemerdekaan yang dituturkan Soebadio Sastrosatomo. Di jalan Maluku 19, Menteng, Jakarta. Soebadio Sastrosatomo yang saat itu berusia 26 tahun bertamu ke rumah Sjahrir. Badio, begitu Soebadio biasa disapa, adalah pengikut Sjahrir yang setia. Siang terik, Badio haus luar biasa. Sjahrir menawarinya minum, tetapi Badio menolak karena sedang puasa (saat itu bulan Ramadhan).


Hari itu, ada yang tak biasa pada Sjahrir, rautnya sumpek. Sebelumnya, ia bertemu dengan Soekarno yang mengajaknya bermobil keliling Jakarta. Di jalan, Soekarno mengatakan bahwa Jepang tidak secuil pun mengisyaratkan akan menyerah. Soekarno ingin membantah informasi yang dibawa Sjahrir sebelumnya bahwa Jepang telah takluk kepada sekutu. Sjahrir mengatakan hal tersebut sebelum Soekarno-Hatta berangkat ke Dalat, Vietnam, untuk bertemu dengan Marsekal Terauchi, Panglima Tertinggi Jepang untuk Asia Tenggara. Sedangkan Sjahrir berkesimpulan, tidak ada gunanya berunding dengan Jepang, karena dia telah mendengarkan berita dari BBC mengenai perkembangan tentara Jepang sejak pertengahan 1944.

Pada 6 Agustus 1945, Jepang toh telah luluh lantak oleh bom atom sekutu.


Mengetahui Soekarno tidak mempercayainya, Sjahrir berang. la menantang Soekarno dengan mengatakan siap mengantarnya ke kantor Kenpeitai, polisi rahasia Jepang, di jalan Merdeka Barat, Jakarta, untuk mengecek kebenaran informasi yang ia berikan. Sjahrir mengambil risiko, di kantor intel tersebut ia bisa saja ditangkap. Namun, Soekarno menolak karena yakin bahwa Jepang belum menyerah. Itulah yang membuat Sjahrir marah meski ia tidak menyampaikannya secara terbuka kepada Soekarno.


Kepada Badio murka itu dilampiaskan. Sjahrir mengumpat Soekarno 'manwijf'(pengecut dan banci).Menurut Badio, itulah kemarahan Sjahrir paling hebat sepanjang persahabatan mereka.[]


Sumber:

1.Buku "Sutan Sjahrir.Pemikiran dan Kiprah Sang Pejuang Bangsa"


2.https://www.google.com/amp/s/amp.tirto.id/jelang-proklamasi-sukarno-sjahrir-cekcok-cirebon-merdeka-duluan-egih

JANGAN GUNAKAN FASILITAS

 

Kepada para putrinya, bung Hatta melarang menggunakan fasilitas yang bukan miliknya 

Gemala Rabi'ah Hatta, putri kedua, bercerita saat menempuh kuliah di School of Medical Record Administration, Australia. Uang saku yang terbatas dari beasiswa Colombo Plan membuatnya mengambil pekerjaan paruh waktu. Kebetulan Konsulat Jenderal Republik Indonesia di Sydney membutuhkan tambahan tenaga juru ketik. Gemala mahir mengetik dengan 10 jari. la pun menyisihkan akhir pekannya untuk bekerja di Kantor Konsulat. Suatu ketika, sekitar awal Maret 1975 saat Gemala mau mengeposkan surat ke ayahnya ternyata amplop miliknya sudah habis. la pun memakai amplop milik Konsulat yang ada cap resminya.


Akhir bulan datang surat balasan dari ayah tercinta. Dalam penutup suratnya Bung Hatta memberikan nasihat dengan nada tegas, "Ada yang satu Ayah mau peringatkan kepada Gemala, kalau menulis surat kepada Ayah dan lain-lainnya, janganlah dipakai kertas Konsulat Jenderal RI. Surat-surat Gemala kan surat pribadi, bukan surat dinas. Jadinya tidak baik dipakai kertas Konsulat itu."


Putri bungsunya, Halida, juga mengalaminya. Ketika kuliah di Universitas Indonesia, setiap semester Halida ikut antre di loket kampus membayarkan uang semester sebesar Rp 30 ribu. Belakangan ia diberitahu pihak kampus, sebagai anak perintis kemerdekaan (jadi bukan cuma untuk anak Bung Hatta), ia bisa dibebaskan dari uang semester sampai lulus. Caranya sekadar menyerahkan surat keterangan. Bung Hatta menolak, ia bersikeras tetap membayar uang kuliah putrinya itu. la berpesan kepada putrinya bahwa ayahnya masih bisa membayar, biarlah keistimewaan itu untuk mereka yang memang tidak mampu membayar.[]


Dari buku

"UNTUK REPUBLIK" Kisah-kisah Teladan Kesederhanaan Tokoh Bangsa

TIDAK JADI MEMBELI MESIN JAHIT

 








Awal tahun 1950 Adalah saat diberlakukannya pengguntingan uang kertas Indonesia sehingga nilainya dipotong separuhnya. Nyonya Rahmi waktu itu sedang menabung karena ingin membeli sebuah mesin jahit.Dia kecewa karena pengguntingan uang itu.Dia mengeluh kepada bung Hatta kenapa tidak bilang dulu akan diadakan pemotongan uang? Hatta menjawab,"Yuke, seandainya Kak Hatta mengatakan terlebih dulu kepadamu,nanti pasti hal itu akan disampaikan kepada ibumu.Lalu kalian berdua akan mempersiapkan diri dan mungkin akan memberi tahu kawan-kawan dekat kalian.Itu tidak baik.Kepentingan negara tidak ada hubungan sangkut pautnya dengan usaha memupuk kepentingan keluarga.Rahasia negara adalah tetap rahasia.Sesungguhnya saya bisa percaya kepadamu, tetapi rahasia ini tidak patut dibocorkan kepada siapapun.Biarlah kita rugi sedikit demi kepentingan seluruh negara.Kita menabung lagi ya"

Dari buku SEJARAH KECIL (PETITE HISTOIRE) INDONESIA


Kamis, 03 Agustus 2023

TAN MALAKA DAN BANDUNG

Gembira dan bangga benar saya melihat Sekolah Rakyat yang kedua di Bandung pada 13 Februari 1922. Bangunan yang besar, bersih, dikelilingi lapangan luas. Terlampau bagus untuk anak proletar, jika dibandingkan dengan Semarang! Saya  meninjau dari ruangan ke ruangan, memeriksa apa yang kurang, mengagumi yang bagus.

Saya tidak tahu bahwa pada satu ruangan digunakan anggota VSTP (Serikat Pekerja Kereta Api) cabang Bandung melakukan pertemuan membicarakan pemogokan. Tiba-tiba saya dihampiri seorang PID (Polisi Rahasia Belanda) yang meminta saya keluar, katanya ada rapat VSTP. Saya tercengang dan menolak keras diusir begitu saja dari gedung sekolah kami sendiri. Bahkan," kata saya akhirnya, sesudah beberapa lama bertengkar, "sayalah sebenarnya berhak mengusir siapa dan sini, karena gedung ini kepunyaan kami." Terjadi kesepakatan agar saya tidak mengikuti rapat tertutup di sebuah ruang yang sebelumnya saya tak mengetahui 

Sekira pukul 12, ketika saya bercakap-cakap dengan beberapa teman, datang sebuah mobil berhenti di depan sekolah itu. Petugas PID yang tadi juga keluar dari mobil itu. Dengan hormat dan muka sedih Belanda ini memperlihatkan surat perintah menangkap saya dan mempersilakan saya masuk mobil.

Di dalam mobil ada dua opsir tinggi. Yang seorang berpangkat kolonel mempersilakan saya duduk di tengah. Saat saya bertanya, kenapa saya ditangkap, maka keduanya mengangkat bahu, menunjukkan bahwa mereka tidak tahu apa-apa. Mulanya saya dibawa ke kantor polisi dan terus masuk penjara Bandung.

Kabar penangkapan saya oleh Polisi didengar oleh guru saya Horensma yang tinggal di Bandung. Masih saya ingat perkataannya: "... Alsje en oplos gaat, denk er ook aan mij hoor. Ik kan nog ook war doen" (Kalau kamu mulai, jangan lupakan saya. Saya juga bisa ikut serta). Tetapi guru Horensma juga bingung mendengar penangkapan yang tiba-tiba itu.

Permintaan nyonya Horensma untuk menjumpai saya di penjara ditolak. Akhirnya nyonya cuma dapat mengirimkan kartu pos terbuka, yang penuh sindiran dan tidak menyalahkan saya, malahan sebaliknya menentang yang menangkap saya dengan ucapan: "Wie weet wat een groot man in jou steekt" (Siapa tahu, mungkin engkau orang besar).

Pada suatu pagi saja di bawa ke stasiun Bandung untuk dipindahkan ke penjara Semarang. Di halaman stasiun sudah menunggu Belanda PID yang mau mengusir saya tempo hari dan menyampaikan surat penangkapan saya. Saat berpisah ia mengatakan kepada saya "Kita memang bertengkar tempo hari. Tetapi kepergian Tuan sangat saya sesali, karena murid-murid yang membutuhkan Tuan".[] 


Dari buku

"DARI PENJARA KE PENJARA"

Keterangan foto: Tan Malaka bersama staf guru Sekolah Rakyat



PHILIPPINA

Awal 1927...

Bersama warga asli Philipina dan warga non Philipina yang mempunyai hak 'American Citizen' dan menggunakan nama Elias Fuentes,Tan Malaka bertolak menuju Philipina dari Bangkok.

Segera dia menuju ke Universitas Manila untuk menemui Dr.Mariano Santos, seorang sahabatnya yg kemudian memberikan tempat tinggal selama di Manila.

Keesokan harinya, setelah berobat ke dokter,Tan Malaka bertemu dengan Fransisco Verona, pemimpin surat kabar "El Debate" dimana ia sering mengirimkan artikelnya.

Suatu malam, tanpa diduga, datanglah ketempat tinggalnya beberapa orang Polisi.

"Apakah Anda bernama Fuentes?"

"Ya,betul"

Langsung saja Tan Malaka dibawa dengan mobil ke kantor Polisi Manila.

Dihadapan kepala PID,dan seorang Indo-Spanyol, kolonel Ramos ia diinterogasi.

Keesokan harinya, sebuah surat kabar Amerika 'Manila Bulletin' menulis : "Tan Malaka, seorang Bolshevik Jawa ditangkap.Dia dapat berbicara dengan banyak bahasa seperti Belanda, Inggris, Jerman, Prancis,Tagalog , Tionghoa dan Melayu.Ia juga mempunyai beberapa nama palsu"

Fransisco Verona dalam 'El Debate' membela Tan Malaka dengan menulis berita:"Tan Malaka,wakil dari Jawa mengunjungi Pan Malaya Conference yang akan diadakan di Manila, ditangkap".

Maka, ramailah semua koran Nasionalis menurunkan berita mengikuti jejak 'El Debate',baik yang berbahasa Tagalog, Inggris maupun Spanyol.

Kaum imperialis Amerika menganggap keberadaan Tan Malaka akan menjadi musuh bagi rakyat Philipina.

Namun, pimpinan Parlemen Philipina,Manuel Quezon mengatakan,Tan Malaka adalah musuh politik Belanda yang sedang mencari suaka politik di Philipina.Dan hal itu termasuk bagian dari dasar demokrasi dan humanisme di negara² yang beradab (The Asylum: Perlindungan untuk pelarian politik).

Koran Manila yang lain "Philippine Free Press" juga menulis bahwa Tan Malaka tak lain dari Hasan yang ikut memimpin Kanton Conference untuk kaum buruh lalu lintas di Asia yang diadakan di Kanton beberapa waktu sebelumnya.Tulisan² Tan Malaka di surat kabar 'The Dawn' mengenai imperialisme Amerika diterbitkan kembali untuk dibaca oleh masyarakat Philipina, sehingga nama Tan Malaka makin berkibar di Philipina.

Jose Abad Santos dan kawan-kawan bahkan bermaksud membawa soal Tan Malaka ini ke depan Mahkamah agung Philipina untuk menuntut diperbolehkannya Tan Malaka tinggal di Philipina sebagai pelarian politik.Bahkan kalau gagal akan protes ke kongres Amerika.

Namun perjuangan Jose Santos harus mengalami kegagalan, karena terbukti Tan Malaka masuk ke Philippina dengan paspor palsu.Tan Malaka mengatakan daripada membuat repot orang orang yang membelanya,ia akan meninggalkan Philippina dengan rela.

Pada suatu malam, untuk menghindari masyarakat yang mendukungnya,Tan Malaka meninggalkan Philipina menuju Tiongkok.


Dari buku

kisah Tan Malaka

DARI BALIK PENJARA DAN PENGASINGAN



SUAMI DENGAN TIGA CINTA

1904 Nest, demikian panggilan EFE Douwes Dekker menikah dengan Clara Charlotte Deije dan memperoleh 5 anak, dua diantaranya laki-laki mening...