Kamis, 03 Agustus 2023

TAN MALAKA DAN BANDUNG

Gembira dan bangga benar saya melihat Sekolah Rakyat yang kedua di Bandung pada 13 Februari 1922. Bangunan yang besar, bersih, dikelilingi lapangan luas. Terlampau bagus untuk anak proletar, jika dibandingkan dengan Semarang! Saya  meninjau dari ruangan ke ruangan, memeriksa apa yang kurang, mengagumi yang bagus.

Saya tidak tahu bahwa pada satu ruangan digunakan anggota VSTP (Serikat Pekerja Kereta Api) cabang Bandung melakukan pertemuan membicarakan pemogokan. Tiba-tiba saya dihampiri seorang PID (Polisi Rahasia Belanda) yang meminta saya keluar, katanya ada rapat VSTP. Saya tercengang dan menolak keras diusir begitu saja dari gedung sekolah kami sendiri. Bahkan," kata saya akhirnya, sesudah beberapa lama bertengkar, "sayalah sebenarnya berhak mengusir siapa dan sini, karena gedung ini kepunyaan kami." Terjadi kesepakatan agar saya tidak mengikuti rapat tertutup di sebuah ruang yang sebelumnya saya tak mengetahui 

Sekira pukul 12, ketika saya bercakap-cakap dengan beberapa teman, datang sebuah mobil berhenti di depan sekolah itu. Petugas PID yang tadi juga keluar dari mobil itu. Dengan hormat dan muka sedih Belanda ini memperlihatkan surat perintah menangkap saya dan mempersilakan saya masuk mobil.

Di dalam mobil ada dua opsir tinggi. Yang seorang berpangkat kolonel mempersilakan saya duduk di tengah. Saat saya bertanya, kenapa saya ditangkap, maka keduanya mengangkat bahu, menunjukkan bahwa mereka tidak tahu apa-apa. Mulanya saya dibawa ke kantor polisi dan terus masuk penjara Bandung.

Kabar penangkapan saya oleh Polisi didengar oleh guru saya Horensma yang tinggal di Bandung. Masih saya ingat perkataannya: "... Alsje en oplos gaat, denk er ook aan mij hoor. Ik kan nog ook war doen" (Kalau kamu mulai, jangan lupakan saya. Saya juga bisa ikut serta). Tetapi guru Horensma juga bingung mendengar penangkapan yang tiba-tiba itu.

Permintaan nyonya Horensma untuk menjumpai saya di penjara ditolak. Akhirnya nyonya cuma dapat mengirimkan kartu pos terbuka, yang penuh sindiran dan tidak menyalahkan saya, malahan sebaliknya menentang yang menangkap saya dengan ucapan: "Wie weet wat een groot man in jou steekt" (Siapa tahu, mungkin engkau orang besar).

Pada suatu pagi saja di bawa ke stasiun Bandung untuk dipindahkan ke penjara Semarang. Di halaman stasiun sudah menunggu Belanda PID yang mau mengusir saya tempo hari dan menyampaikan surat penangkapan saya. Saat berpisah ia mengatakan kepada saya "Kita memang bertengkar tempo hari. Tetapi kepergian Tuan sangat saya sesali, karena murid-murid yang membutuhkan Tuan".[] 


Dari buku

"DARI PENJARA KE PENJARA"

Keterangan foto: Tan Malaka bersama staf guru Sekolah Rakyat



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

SUAMI DENGAN TIGA CINTA

1904 Nest, demikian panggilan EFE Douwes Dekker menikah dengan Clara Charlotte Deije dan memperoleh 5 anak, dua diantaranya laki-laki mening...