Selasa, 19 September 2023

MENOLAK TUGAS KE NGAWI

Januari 1856, Eduard Douwes Dekker diangkat menjadi Asisten Residen di Rangkasbitung, Lebak.

Daerah tempat penugasannya merupakan daerah yang minus sehingga memicu timbulnya pemberontakan.

Eduard menunjukkan keramahannya dengan bupati, Raden Adipati Kartanata Negara. Hubungan mereka cukup akrab. Bahkan Eduard pernah memberikan bantuan keuangan yang dialami oleh bupati tersebut.

Namun hubungan mesra itu berangsur memburuk seiring nampaknya kenyataan-kenyataan yang dihadapi terhadap sikap penguasa pribumi kepada rakyatnya dan pejabat kolonial yang membiarkan kondisi itu berlangsung. Dia mencoba melakukan pendekatan dengan halus tapi tidak berhasil. Ditambah lagi kematian asisten residen sebelumnya yang janggal. Terhadap laporan sang asisten, Residen Lebak nampaknya tidak menanggapi. Rupanya Residen Van Kempen juga mempunyai banyak skandal di daerah kekuasaannya, sehingga keberadaan Eduard membuat pemerintah 'risih'

Gubernur jenderal lalu memindahkan Eduard menjadi asisten Residen di Ngawi, namun dia menolak. 

Dan tanggal 4 April 1856 dia memutuskan untuk mengundurkan diri yang segera disetujui.


Dari sebuah losmen di Belgia, Eduard Douwes Dekker lalu menuliskan pengalaman di Hindia Belanda itu menjadi sebuah buku

...................................

Keberanian Asisten residen Max Havelaar menyelidiki kepala pemerintahan pribumi Lebak tanpa meminta pertimbangan Residen membuat gusar Gubernur Jenderal.

Dikatakan tuduhan itu tanpa fakta dan membuat wibawa pejabat pribumi itu hancur.

Penutup dari surat no 54 tertanggal 23 Maret 1856 adalah:


"Sikap seperti itu tidak dapat dibenarkan sama sekali, memberi kesan bahwa Anda tidak pantas menduduki jabatan di Pemerintah Hindia.

Oleh karena itu, saya terpaksa memberhentikan Anda sebagai Asisten Residen Lebak.

Namun, setelah mempertimbangkan laporan tentang Anda yang baik, saya tidak akan menghapuskan kesempatan Anda untuk ditempatkan kembali dalam pemerintahan Hindia. Oleh karena itu, untuk sementara saya menugaskan Anda sebagai Asisten Residen Ngawi.

Tergantung bagaimana perilaku Anda selama menduduki posisi itu nanti, apakah Anda layak untuk di Pemerintah Hindia atau tidak"


"Sungguh terkutuk! Saya telah melihat penjahat dan pencuri-pencuri dalam pemerintahan di sini,... mereka pergi bagai manusia terhormat dari sini, dan kemudian menulis surat seperti Anda" kata Verbrugge, kontelir bawahannya.

"Gubernur Jenderal itu pria jujur, mungkin dia ditipu, meskipun dia bisa terlindungi dari penipuan jika sebelumnya mendengarkan saya dahulu. Tapi saya akan menemuinya dan yakin dia bisa menegakkan keadilan" kata Havelaar.

"Tapi jika anda pergi ke Ngawi..."

"Saya akan melakukan hal yang sama disana seperti disini. Saya sadar itu harus mengakhiri semua penipuan ini dan berhenti. Selama saya jadi pejabat terdapat begitu banyak orang diantara saya dan pemerintah yang berkepentingan untuk mengingkari kesengsaraan masyarakat. Di Ngawi tidak ada posisi kosong. Posisi yang ditawarkan kepada saya hanyalah posisi yang mereka buat khusus untuk saya, lihatlah!"

Dan dia memperlihatkan berita dalam 'Javasche Courant' yang dibawa pengantar surat; adanya pemindahan asisten residen lama karena akan ada residen baru datang.

"Tahukah Anda mengapa mereka memindahkan saya ke Ngawi, bukan daerah yang kosong itu? Karena Residen Madiun yang membawahi Residen Ngawi adalah saudara ipar Residen Banten yang sebelumnya.

"Ah!" seru Verbrugge dan Duclari, serentak. Sekarang mereka mengerti mengapa Havelaar dipindahkan ke Ngawi sebagai tempat masa percobaan, untuk melihat apakah dia akan memperbaiki sikapnya!.

Havelaar bangkit, dan pergi ke ruangannya untuk menulis surat permohonan, yang menurut pendapat saya sangatlah mengesankan.


Kepada 

Gubernur Jenderal Hindia


                         Rangkas Bitung, 29 Maret 1856


Saya telah menerima surat Yang Mulia pada tanggal 23 bulan ini No.54

Menjawab surat itu, saya terpaksa memohon kepada Yang Mulia agar untuk memberhentikan saya secara terhormat dari jabatan pemerintahan.


                                                      Max Havelaar


Tidak diperlukan waktu lama di Bogor untuk menerima pengunduran diri Havelaar, seakan merupakan keharusan untuk memutuskan bagaimana mengelakkan tuduhannya. Karena itu membutuhkan waktu sebulan, dan pemecatan yang dimintanya sampai di Lebak dalam waktu beberapa hari saja.


Sumber:

1.Buku "Max Havelaar"

2.https://www.google.com/amp/s/voi.id/amp/19275/eduard-douwes-dekker-belanda-pengganggu-kolonialisme-di-nusantara


Keterangan foto: salah satu adegan film "MAX HAVELAAR"



RAMALAN PANGKAT KAPTEN

Kepopuleran Pierre di antara rekan-rekan seangkatan, senior, dan yuniornya di Atekad Bandung dikatakan oleh SF Soeseno, salah seorang rekannya disebabkan oleh integritas yang ditunjukkan Pierre lewat sikap kedisiplinannya yang tinggi, kewibawaan, kesederhanaan, kesopansantunan, dan keramahan kepada semua orang yang mengenalnya. Soeseno mengaku sangat mengagumi Pierre akan sifat dan kepribadiannya yang disebutnya membedakan Pierre dengan taruna-taruna lain.

Suatu hari Soeseno iseng bermain permainan tradisional jailangkung dengan menggunakan papan yang bermuatkan hurufhuruf alfabet dan angka-angka. Permainan berbau mistis ini dimanfaatkan Soeseno untuk mengetahui masa depan dirinya dan teman-temannya di Atekad. Saat iseng menanyakan pangkat apa yang akan dicapai oleh Pierre, panah petunjuk berturut-turut bergerak menunjuk huruf-huruf K, A, P, T, E, dan N (kapten).


Tidak percaya begitu saja, melihat prestasi Pierre yang cemerlang di akademi, Soeseno sampai bertanya ulang tentang hal ini sampai tiga kali. Tak percaya dengan hal mistis seperti ini, Soeseno pun melupakannya. Di kemudian hari terbukti Pierre gugur dan dinaikkan pangkatnya satu tingkat menjadi kapten anumerta TNI oleh Presiden Soekarno, sembilan hari setelah peristiwa 30 September.


Sumber

Buku "Sang Patriot" Biografi Resmi Pierre Tendean



KALAU KE CHINA JANGAN BUJANG...

Bertugas dalam pertempuran, memimpin pasukan, tugas ke luar negeri, pelatih serta guru militer sudah dia lakukan. Hanya satu yang belum dia alami....tugas teritorial. 

Maka, sepulang tugas dari Kalimantan Utara tahun 1964 Benny mendaftar kursus calon Atase Militer.

Penguji utama kursus adalah jenderal berbintang dua yang menguasai bahasa Belanda, Inggris, Prancis dan Jepang. Selain itu, S. Parman, sang penguji adalah asisten intelijen Panglima Angkatan Darat. Benny sudah diingatkan bahwa S.Parman tidak menyukai Atase Militer yang tidak menguasai bahasa asing. Karena Benny sudah akrab dengan bahasa asing sejak remaja, maka dengan mantap ia menghadap pengujinya.

"Silakan duduk," kata Parman sambil membolak-balik file Benny, di mana antara lain tercantum seluruh nilainya selama mengikuti pendidikan militer lanjutan di AS. Benny merasa tenang, karena dia memperoleh nilai memuaskan dalam pendidikan, selalu sepuluh terbaik. Sehingga dia tinggal memusatkan pikiran, mencoba menebak apa pertanyaan pengujinya. Tetapi Benny sangat kaget sebab tiba- tiba ditanya, "Kalau sudah jadi atase, kau pilih di mana ...

"Siap Pak, China ... " jawab Benny cepat.

Air muka Parman berubah. Matanya membelalak. seolah-olah tidak percaya dengan apa yang didengarnya.

"... apa, China? Untuk apa kau ingin ke China?"

Benny menjelaskan, salah satu bahasa resmi PBB bahasa China. Jadi, masyarakat pemakainya tentu besar. jumlah dan pengaruhnya. Dengan kondisi tersebut masa depan kekuatan China bisa diantisipasi 

Sambil menggeleng-gelengkan kepalanya S Parman berkata "Baik,saya hormati pendapatmu. Tapi, ... what's wrong with you?. Sementara calon atase militer kalau ditanya, selalu menyebutkan pilihan Washington, Paris, Tokyo atau London. "Tetapi ini, tiba-tiba saja kau malah minta ke Peking .... "

Tidak sampai tiga menit ujian berlangsung, Benny dinyatakan diterima sebagai peserta kursus atase militer. Peserta mulai mengikuti kursus bulan September 1964.

Sebelum meninggalkan ruang tempat ujian. Parman membisikkan pesan "Rotasi penugasan ke Peking jauh lebih lama dibanding tempat lain. " ... selain itu, gadis China cantik-cantik. Kalau nanti jadi ke sana, ... kau tak boleh bujangan."[]


Sumber

1.Buku "BENNY" Tragedi seorang Loyalis

2.https://www.google.com/amp/s/historia.id/amp/militer/articles/s-parman-adik-petinggi-pki-yang-jadi-penentang-kuat-pki-vxgJ4




Selasa, 05 September 2023

BUNG HATTA DAN NGARSO DALEM

 

Yogyakarta 1946,

Hari itu Ngarso Dalem Sri Sultan Hamengku Buwono IX datang ke rumah dinas Wakil Presiden RI di jalan Reksobayan 4. Beliau membawa sebuah kotak kayu yang isinya ternyata koin-koin emas. Sri Sultan menghadiahkan kotak kayu dan isinya tersebut kepada Bung Hatta yang dimaksudkan untuk mendukung kehidupan Ayah sehari-hari. Ngarso Dalem berkata bahwa Bung Hatta sejak muda tidak henti-hentinya berjuang untuk kemerdekaan bangsa ini. Tentu Bung Hatta menolak hadiah tersebut, meskipun sifatnya pribadi. Namun, Sri Sultan HB IX juga tidak berkenan menarik kembali hadiah yang telah beliau berikan kepada Ayah itu. Akhirnya Ayah memahami iktikad baik Sri Sultan dan beliau meminta Ibu saya untuk menyimpannya. Keesokan harinya Ayah memanggil Bapak R.M. Margono Djojohadikusumo, Prof. Johannes, serta Pak Wangsa Widjaja. Ayah memberikan kotak koin dari Sri Sultan HB IX itu kepada mereka sambil menceritakan perolehannya. Bung Hatta lalu berpesan agar uang itu digunakan untuk kemaslahatan rakyat.

Ketiganya kemudian bersepakat bahwa uang pemberian Sri Sultan HB IX itu akan digunakan untuk kemaslahatan pendidikan anak bangsa sesuai dengan sifat Bung Hatta yang sangat mengutamakan masalah pendidikan. 

Untuk itu mereka berencana mendirikan sebuah yayasan yang mereka beri nama Yayasan Hatta, yang akan mengutamakan kegiatan pendidikan.[]


(dikisahkan oleh Meutia Farida Hatta dalam buku "Bung Hatta di Mata Tiga Putrinya)

DERITA PENYANYI KESAYANGAN

Kepandaian menyanyi dan berwajah cantik membuat Nani Nurani menjadi gadis istana pada1962 pimpinan ibu Bupati Cianjur.

Pertama kali menyanyi di istana dengan Pak Juanda pada pertengahan 1962. Selanjutnya setiap kali ada tamu agung Nani menyanyi untuk Bung Karno dan tamu negara di Istana Cipanas.


Malam terakhir sebelum meninggalkan Cianjur Juni 1965, Nani ikut menyanyi dan menari pada acara ulang tahun PKI. 

Rupanya kehadiran dan mengisi acara tersebut menjadikannya disangkutkan dengan peristiwa G30S, dan ditangkap pada 23 Desember 1968. Sejak itu dimulailah perjalanannya dari kamp ke kamp mulai Cianjur, CPM Bogor, CPM Guntur sampai LP wanita Bukit Duri.


September 1975

Datang ke penjara Bukit Duri tamu dari Teperda (Team Pemerintah Daerah). Nani kemudian dipanggil ke kantor untuk bertemu mereka, yang terdiri lima orang dipimpin oleh Jaksa Syafri.


"Zus Nani, kami minta Zus jujur mengakui kesalahan Zus terlibat G 30 S, dan bersedia juga mengaku sebagai anggota salah satu organisasi terlarang."Demikian Jaksa Syafri berkata.


Mendengar ini Nani langsung menjawab, "Saya sebagai manusia memang tidak luput dari dosa dan kesalahan. Saya juga merasa berdosa kepada Bangsa dan Negara saya karena selama ini saya belum berbuat apa-apa. Saya hanya tahu menyanyi, berdandan, dan memanjakan diri sendiri, tapi maaf G30S bukan urusan saya, itu adalah urusan orang-orang politik. Saya juga tidak pernah masuk organisasi apa-apa".


Jaksa Syafri mendengar ini berkata,

"Kalau begitu Zus Nani tak akan bebas"


Dengan marah Nani berkata, "Sampai mati saya tidak akan pernah mau mengakui sebagai orang organisasi, tidak apa-apa saya tetap di sini selamanya."


Mendengar ini mereka semua terdiam dan tidak lama mereka berpamitan.


Setelah menjalani masa tahanan selama 7 tahun tanpa melalui pengadilan, pada 19 November 1975 Nani Nurani Affandi akhirnya menghirup udara kebebasan.[]


Sumber

1.Buku "Penyanyi Istana" Suara Hati Penyanyi Kebanggaan Bung Karno


2.https://www.google.com/amp/s/amp.suara.com/news/2018/10/01/063000/bertukar-tangkap-dengan-lepas-kisah-penari-istana-usai-g30s


Keterangan foto: Nani Nurani Affandi



DITUDUH PENJAGAL MANUSIA

Tahun 1950an Kartinah mulai menjadi anggota Gerwis (Gerakan Wanita Indonesia Sedar) cabang  jakarta.

Pada Kongres di Surabaya Kartinah hadir karena Ketua Gerwis Jakarta, Ny. Pardede, dan pengurus lainnya Tanti Aidit, tak bisa hadir karena sedang hamil. 

Dalam Kongres Surabaya inilah, Kartinah mengisahkan tentang perdebatan keanggotaan Gerwis. Beberapa kader minta agar keanggotaan Gerwis diperluas. Bukan hanya bagi para perempuan yang sedar (punya kesadaran ideologis dan politis), tapi juga untuk seluruh perempuan Indonesia.

Akhirnya usulan di Surabaya ini terealisasi dalam Kongres II Gerwis yang digelar di Jakarta. Gerwis berubah nama menjadi Gerakan Wanita Indonesia (Gerwani). Dalam Kongres ini pula, Kartinah ditetapkan menjadi Sekjen.

Ketika pada tahun 1959, Kartinah ditarik menjadi anggota DPRGR posisi Sekjen kemudian beralih kepada Masyesiwi. Sedangkan Kartinah menempati posisi Wakil Sekjen bersama Sulami.

Gerwani termasuk salah satu organisasi yang masuk dalam keanggotaan GWDS (Gabungan Wanita Demokrasi Dunia). Hal ini menjadikannya mewakili Gerwani dan dikirim ke Berlin, Peking, Moskow, dan Cekoslowakia.

Rencananya pada Kongres Gerwani pada Desember 1965  akan diputuskan apakah Gerwani akan berafiliasi (onderbouw) dengan PKI atau tidak, namun terjadi peristiwa G30S.

Ia ditangkap saat berada di asrama anggota DPRGR di Senayan. Ikut bersamanya dalam penangkapan bulan Oktober 1965 itu adalah Ketua Umum Gerwani Umi Sardjono yang juga anggota DPRGR dari Fraksi Golongan Karya, Wakil Ketua Gerwani Salawati dan Ny. Mudigdo (anggota DPRGR dari Fraksi PKI dan Dahliar (anggota MPRS asal Sumatera). Sejarah kemudian mencatat, sebanyak 136 anggota DPRGR/ MPRS ditangkap.

Kartinah kemudian dijebloskan ke penjara Bukit Duri. Namun yang membuatnya terkejut, ia menemukan cukup banyak tahanan perempuan usia 13-16 tahun yang tak ia kenal. Para tahanan remaja inilah yang dikutip oleh media massa, terutama Angkatan Bersenjata dan Berita Yudha, sebagai para perempuan "Gerwani" yang menari-nari telanjang di Lubang Buaya dan mencungkil mata para jenderal.

Kartinah marah kepada mereka. Namun mereka mengatakan bahwa semua tanya jawab soal Lubang Buaya itu sudah dibikinkan oleh pemeriksanya dan mereka hanya disuruh membubuhkan cap jempol.

Selama dalam tahanan Kartinah dan para pimpinan Gerwani (terutama mereka yang menjabat sebagai anggota DPRGR/MPRS tidak mendapat penganiayaan fisik. Mereka ditempatkan di sel yang terpisah dan tidak boleh berkomunikasi dengan tahanan lain.

Tahun 1978 Kartinah yang dipenjara tanpa melalui sidang pengadilan dibebaskan. Ia lalu tinggal bersama enam anaknya di rumah mertuanya di Kroya dan kemudian di Jakarta dengan putri keduanya.

Setiap kali melintas di Pondok Gede, ia akan melengos dari arah jalan yang menuju Lubang Buaya. "Seumur hidup saya tak akan menginjakkan kaki ke sana. Tempat itu haram bagi saya," demikian ujar wanita kelahiran Yogyakarta 26 Juni 1927 itu.

Bersama Pakorba (Paguyuban Korban Orde Baru) Kartinah pernah menuntut agar pemerintah mencabut relief pada monumen Pancasila sakti yang menggambarkan perempuan berkalung bunga yang menari-nari diantara jasad para jenderal.

Tidak ada tanggapan.[]


Sumber:

1. buku "Kembang-kembang Genjer"

2.https://minahasa.pikiran-rakyat.com/nasional/pr-2525497624/peran-dan-jasa-organisasi-wanita-pki-gerwani-dalam-pendidikan

3.https://www.google.com/amp/s/amp.tirto.id/bagaimana-nasib-gerwani-setelah-g30s-ejbz



SUAMI DENGAN TIGA CINTA

1904 Nest, demikian panggilan EFE Douwes Dekker menikah dengan Clara Charlotte Deije dan memperoleh 5 anak, dua diantaranya laki-laki mening...