Senin, 29 Mei 2023

JEJAK ALFRED RUSSEL WALLACE DI SUMATRA

Salah satu daerah yang dikunjungi oleh Alfred Russel Crowe selama delapan tahun menjelajah Nusantara (1853-1862) adalah Pulau Sumatra. Wallace berada di sini antara November 1861- Januari 1862.

Dalam buku "The Malay Archipelago" Wallace menuliskan ekspedisinya:


Lobo Raman (Lubuk Raman) adalah titik pusat ujung timur Sumatra. Letaknya kira-kira 120 mil dari laut ke arah timur, utara, dan barat. Permukaan tanahnya bergelombang, tetapi tidak ada gunung dan bukit. Sebagian besar tanahnya adalah tanah liat merah yang mudah runtuh. Sejumlah sungai besar dan kecil melintasi daerah ini. Lobo Raman terbagi menjadi daerah yang sudah terbuka dan daerah yang masih berupa hutan perawan. Daerah yang sudah terbuka berupa hutan sekunder, yang ditanami dengan pelbagai pohon buah. Selain itu, di sini tidak ada banyak jalan yang menuju berbagai jurusan. Jadi, Lobo Raman sangat cocok untuk seorang naturalis sebab dapat memberikan 

lebih banyak ruang penelitian. Namun, pada musim hujan, serangga sangat langka. Demikian pula, keberadaan burung-burung karena buah-buahan sangat sedikit.


Selama sebulan berada di Lobo Raman, saya hanya memperoleh tiga atau empat spesies burung baru. Namun, saya berhasil memperoleh beberapa spesies kupu-kupu yang langka. Saya akan memberikan laporan tentang dua jenis kupu-kupu yang sangat menarik perhatian.


Yang pertama ialah Papilio memnon, seekor kupu-kupu cantik bersayap hitam legam dengan hiasan garis dan sisik yang berwarna biru terang keabu-abuan. Luas permukaan sayapnya lima inci. Sayap belakangnya besar dan berlekuk-lekuk seperti kulit kerang. Kupu-kupu ini diklasifikasikan sebagai kupu-kupu jantan. Papilio memnon betina memiliki ciri-ciri yang berbeda sehingga pernah diklasifikasikan sebagai spesies lain. Papilio memnon betina dapat dikategorikan menjadi dua kelompok. Kelompok pertama mempunyai bentuk yang menyerupai kupu-kupu jantan, tetapi berbeda dalam warna, yaitu berwarna putih dengan campuran kuning kehitam-hitaman dan merah. Namun, perbedaan warna seperti ini juga sering terdapat pada kupu-kupu biasa. Kelompok kedua berbeda dalam bentuk sayap belakang sehingga pernah dianggap sebagai spesies yang berbeda. Sayap tersebut memanjang menjadi ekor yang berbentuk seperti sendok. Betina yang berekor ini tidak bersayap hitam dengan garis biru mengkilap, tetapi selalu berhiaskan garis dan petak kecil berwarna putih atau kuning kusam di sebagian sayap belakang. Keistimewaan warna pada kupu-kupu betina ini sangat mirip, ketika sedang terbang, dengan kupu-kupu lain dari genus yang sama, tetapi berbeda spesies, yaitu Papilio coon.

Namun, fakta paling menarik yang berhubungan dengan perbedaan bentuk tersebut bahwa kupu-kupu berekor dan tidak berekor berasal dari induk yang sama. Satu larva dikembangbiakan di Jawa oleh seorang ahli serangga Belanda dan menghasilkan jantan baik berekor maupun tidak dan betina yang tidak berekor. Sementara itu, bentuk yang merupakan campuran dari kedua sifat induknya tidak pernah ada.[]


Sumber

1.Buku "MENJELAJAH NUSANTARA" Ekspedisi Alfred Russel Wallace Abad ke-19

2.https://www.cnnindonesia.com/laporanmendalam/teknologi/20171114/laporanmendalam-teknologi-dongeng-surga-wallacea/index.php



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

SUAMI DENGAN TIGA CINTA

1904 Nest, demikian panggilan EFE Douwes Dekker menikah dengan Clara Charlotte Deije dan memperoleh 5 anak, dua diantaranya laki-laki mening...