KEPULAUAN ARU
13 Maret 1857
Saya meninggalkan Dobo menuju ke Kepulauan Aru. Tujuan utama saya adalah mencari informasi mengenai para pemburu cenderawasih. Mereka biasanya hidup didalam hutan. Melalui perantara orang Kaya sebagai penerjemah saya dapatkan cerita tentang mereka.
Pemburu cenderawasih memanah burung dengan anak panah yang ujungnya dilapisi kayu berbentuk kerucut sehingga tidak melukai dan berdarah. Pohon yang sering dihinggapi cenderawasih adalah pohon yang sangat tinggi. Oleh karena itu perlu didirikan para-para pada cabang pohon, tempat memanah para pemburu. Mereka naik ke para-para ini sebelum matahari terbit dan menunggu selama satu hari.
Cenderawasih sering mendatangi pohon-pohon yang agak pendek di bagian hutan yang kurang lebar dan terbang dengan bunyi mendesing dari cabang ke cabang. Cenderawasih memakan buah-buahan yang berbiji keras sebesar buah gooseberries. Bila terbang, ia akan mengembangkan kipas indah yang menghiasi dadanya. Penduduk Aru menyebut burung itu 'gobi-gobi'.
Suara cenderawasih sangat istimewa. Pada dini hari, sebelum matahari terbit, kami mendengar jeritan "wawk...wawk, wok...wok...wok yang bergema di seluruh rimba, mengubah jurusannya terus-menerus. Suara tersebut adalah suara cenderawasih 'Great Bird of Paradise' yang sedang mencari makan pagi.
Akhirnya, para pembantu saya berhasil mendapatkan cenderawasih yang berbulu sempurna. Selain mendapatkan spesimen cenderawasih, saya pun memperoleh pengetahuan mengenai tabiat burung itu dari kisah para pemburu dan percakapan dengan penduduk. Cenderawasih, sekarang mulai mencapai tingkat yang disebut 'Sakaleli' atau pesta tari di pohon-pohon yang dahan-dahannya menyebar. Di pohon semacam itu terdapat ruang lapang sehingga para cenderawasih dapat memamerkan bulu-bulunya. Dua belas sampai dua puluh burung jantan berkumpul. Mereka menggetarkan bulu-bulu terus-menerus. Sebentar-sebentar mereka terbang dari dahan ke dahan sehingga pohon tertutup oleh bulu yang melambai-lambai. Ukuran cenderawasih sebesar burung gagak dengan bulu berwarna coklat kopi. Kepala dan leher bagian atas berwarna kuning jerami, sedangkan leher sebelah bawah berwarna hijau mengkilap. Bulu rumbai yang berwarna jingga keemasan tumbuh dibawah kedua sayap. Bila cenderawasih sedang hinggap, bulu tersebut tersembunyi. Saat cenderawasih ingin kawin, sayapnya diangkat tegak lurus diatas punggung, kepala membungkuk dan diulurkan kedepan. Bulu-bulu rumbai dikembangkan sehingga membentuk dua kipas keemasan yang bergaris merah di pangkal, kemudian berubah menjadi coklat pucat. Pada saat itu, tubuh cenderawasih seakan-akan tenggelam dalam bulu-bulunya. Kepala yang kuning dan leher hijau zamrud memperindah penampilan burung itu.[]
Dari buku
MENJELAJAH NUSANTARA
Ekspedisi Alfred Russel Wallace abad ke-19
Tidak ada komentar:
Posting Komentar