Senin, 04 Desember 2023

KERUSUHAN SEPAK BOLA DI PERU

 

Stadion Nasional Lima, Peru, 14 Mei 1964.

Nyaris sebanyak empat puluh lima ribu orang penggemar sepak bola memenuhi stadion ini untuk menyaksikan Peru bertanding melawan Argentina dalam pertandingan kualifikasi bagi Olimpiade.Sepanjang jalannya permainan, para penonton memang gegap gempita dan liar, tetapi relatif masih tertata, dan yang terpenting, mereka tetap berada di bangku mereka.

Permainan tinggal tersisa dua menit, dan Argentina memimpin, satu-nol.

Hampir seluruhnya penonton terdiri dari penggemar Peru, maka tidak mengherankan bahwa keadaan yang berkembang memang sangat tegang.

Tiba-tiba pemain sayap Peru yang cukup populer, Lobaton, mencetak gol dan para penonton pun menggila. Kemudian permainan menjadi seri, satu sama, dan tampaknya perpanjangan waktu sudah bisa dipastikan terjadi.

Namun kemudian sang wasit, R. Angel Pazos, dari Uruguay membatalkan gol Peru dengan dalih tim Peru melakukan pelanggaran, sehingga para penonton meledak kemarahannya. Kemarahan ini bisa terdengar dalam teriakan dan hentakan kaki, dan Pazos menghentikan permainan, memerintahkan para pemain masuk ke ruang ganti demi keselamatan mereka.

Dengan keluarnya para pemain dan permainan yang telah berhenti, seluruh kemarahan yang tertahan dari para penonton tampaknya telah surut. Matia Rojas, seorang penduduk setempat yang berbadan dan gemuk, dijuluki sebagai Bom, menghambur masuk ke lapangan dan menyerang Angel Pazos. Empat puluh perwira polisi dan dua ekor anjing penyerang mengepung Rojas dan memukulinya hingga menyerah, disaksikan penuh oleh puluhan ribu penonton 

Saat si Bom diseret, para penonton merobohkan pagar yang mengelilingi tribun, dan menghambur masuk ke lapangan. Orang yang berada di bagian bawah kerumunan dan tidak bisa bergerak cukup cepat atau keluar dari jalur telah tertindih hingga tewas oleh para maniak olahraga ini.

Orang-orang berada pada puncak demam mereka, kemudian mereka menyalakan api di tribun, memecahkan setiap kaca jendela dalam stadion ini. Polisi yang menjadi olok-olok dan kalah banyak jumlahnya menjadi ketakutan dan bereaksi dengan menembakkan granat gas air mata tinggi-tinggi ke tribun, dan menembakkan peluru asli ke arah bagian kepala gerombolan. Tindakan ini tidak saja memperbesar kemarahan ribuan penggemar, tetapi juga mengakibatkan kepanikan, sehingga semakin banyak orang tertindih atau mengalami sesak napas hingga tewas dalam gerombolan sangat besar ini.

Ribuan orang menghambur ke pintu besi, menuju ke jalan keluar stadion, tetapi, sebagaimana biasanya pada saat pertandingan, pintu-pintu ini semuanya terkunci. Seorang anak perempuan berusia delapan belas bulan tertindih hingga mati saat ayahnya kehilangan pegangan terhadap putrinya ini. Yang lain mati kesulitan bernapas akibat tebalnya asap gas air mata. 

Pintu-pintu akhirnya pecah terbuka dan kerumunan berhamburan ke jalanan kota Lima. Ribuan orang kemudian berbaris menuju tinggal presiden Peru, Fernando Belaunde, menuntut agar pertandingan ini dinyatakan berakhir seri secara resmi. Orang-orang yang mati, terluka, keganasan menakutkan, api yang mengamuk, dan orang-orang yang sesak napas setengah mati, hanya sedikit berarti dibandingkan gerombolan gila yang terpusat pada satu hal saja: tim sepak bola Peru tidak boleh dianggap kalah dalam pertandingan yang baru saja berlangsung.

Gerombolan tadi terus mengamuk di seluruh kota Lima sepanjang malam itu, dan pada hari berikutnya, banyak yang kembali ke stadion untuk merusaknya lebih jauh lagi, dan mencuri piala-piala yang dipajang.

Pemerintah Peru mengumumkan keadaan darurat bagi seluruh negeri, dan kamar-kamar mayat serta rumah-rumah sakit di Lima dipadati oleh tubuh-tubuh orang mati, dan mereka yang luka-luka. Mayat-mayat dibaringkan di halaman rumput di luar rumah sakit Lima untuk diidentifikasi oleh keluarganya.

Totalnya sebanyak 318 orang telah tewas pada hari itu, dan lebih dari 500 orang lainnya mengalami luka-luka, beberapa di antaranya serius. 

Pemerintah menerapkan undang-undang penyediaan dana bantuan bagi para janda, dan periode berkabung resmi selama satu minggu segera diumumkan setelah bencana ini. Lima puluh orang telah ditahan karena mengacau dan merampok (beberapa di antaranya bahkan merampok mayat).

Kerusuhan sepak bola di Lima bukanlah sekadar bencana olahraga yang mengakibatkan banyak kematian. Ini adalah bencana olahraga terburuksepanjang masa.[]


Dari buku

100 BENCANA TERBESAR SEPANJANG MASA


Keterangan foto: Kondisi Stadion Lima usai musibah 14 Mei 1964

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

SUAMI DENGAN TIGA CINTA

1904 Nest, demikian panggilan EFE Douwes Dekker menikah dengan Clara Charlotte Deije dan memperoleh 5 anak, dua diantaranya laki-laki mening...