Senin, 17 Februari 2025

PRAM DAN NOBEL


( Seabad Pramoedya Ananta Toer )

Lahir di Blora pada 6 Februari 1925, Pramoedya Ananta Toer merupakan seorang penulis Indonesia satu-satunya yang pernah diusulkan untuk mendapat Nobel Sastra. Novel-novel Tetralogi atau Kwarternarius Buru yang ditulisnya di Pulau buru, mengantarkannya masuk nominasi tersebut. Tetralogi Buru terdiri dari empat buah novel yaitu Bumi Manusia (1980), Anak Semua Bangsa (1981), Jejak Langkah (1985), dan Rumah Kaca (1988).


Pram, sapaan akrab Pramoedya, menerbitkan 4 novel tersebut secara bertahap pada 1980-1988. Namun penerbitan tidak berjalan mulus karena larangan dari Kejaksaan Agung karena novel itu dianggap mengandung pesan Marxisme-Leninisme. Sebelum diterbitkan, cerita tersebut terlebih dahulu disingkapkan secara lisan pada rekan-rekannya selama berada di tahanan saat diasingkan di Pulau Buru pada 1965-1979. Tokoh utama dari kuartet Buru adalah Minke yang merupakan personifikasi dari RM.Tirto Adhi Soerjo, seorang tokoh pers Nasional.

Dengan alat yang terbatas ia mulai menceritakan jilid pertamanya yaitu Bumi Manusia kepada para tahanan. Dan 2 tahun kemudian baru ia dapat melanjutkan menulis ketika beberapa tahanan memberikan mesin tik tua kepadanya.

Sebenarnya Pram mendapat hadiah mesin ketik baru dari Jean Paul Sartre, tapi yang sampai ke tangannya adalah mesin ketik bobrok tersebut.

Dalam berkarya, Pram sendiri menaruh harapan untuk Nobel. Pram sempat bergurau pada adiknya, Koesalah Soebagyo Toer mengenai bahwa ia akan mendapatkan Nobel di tahun 2004. Kejadian tersebut diceritakaan Koesalah dalam buku Pramoedya Ananta Toer dari Dekat Sekali: Catatan Pribadi Koesalah Soebagyo Toer.


Tahun berikutnya, 2005 Pram juga disebut-sebut kembali masuk kandidat penerima Nobel Sastra. Namun ternyata penghargaan tersebut gagal lagi didgenggamnya. Sejumlah isu pun muncul menanggapi kegagalan Pram. Diantaranya adalah penerjemahan karya Pram ke bahasa Inggris yang buruk. Sehingga kesustraannya berkurang.


Meski demikian, karya Pram abadi sampai saat ini. Buku-buku kini dibanderol ratusan ribu rupiah per eksemplar di tangan pedagang buku bekas.

Tetralogi Buru bahkan memiliki nama internasional, The Buru Quartet. 

Bulan September 1981, penerjemah Bumi Manusia ke dalam bahasa Inggris, Maxwell Lane, yang juga staf kedutaan besar Australia di Jakarta, dipulangkan oleh pemerintahnya. Perusahaan Ampat Lima yang mencetak kedua karya pertama juga akhirnya mundur karena tekanan dari Kejaksaan dan aparat keamanan.


Adapun sepanjang hidupnya, Pram telah membuat lebih dari 50 karya dan diterjemahkan ke dalam 41 bahasa asing. 


Sumber:

1.http://www.pikiran-rakyat.com/hidup-gaya/2017/02/06/pramoedya-ananta-toer-pernah-diusulkan-terima-nobel-sastra-392679

2.https://id.m.wikipedia.org/wiki/Pramoedya_Ananta_Toer

3.https://id.m.wikipedia.org/wiki/Bumi_Manusia_(novel)

4.https://historia.id/kultur/articles/ketika-sartre-mengirim-mesin-tik-untuk-pram-vV9Xd

Edisi Menyambut Hari Raya Imlek 2576

 YAP THIAM HIEN, NAMAKU, IDENTITASKU 


"Dalam bahaya, iguana bisa berubah warna, tetapi manusia tidak bisa. Orang pintar menjauhi bahaya dengan cara mengganti aliansi, kesetiaannya, atau nama Cinanya," tulis Yap dalam "Sinar Harapan" 25 Januari 1967 menyoroti motivasi penggantian nama ditengah tekanan anticina.

Yap Thiam Hien menganggap kegairahan mengganti nama disebabkan oleh oportunisme kepentingan keselamatan sendiri.

Dia menulis tentang kerepotan prosedur mengganti nama. Tulisan itu ditujukan bagi mereka yang masih sibuk mencari nama "Indonesia", terutama kaum peranakan yang miskin.

Dalam tulisan tersebut, meski Keputusan Presidium sesungguhnya hanya imbauan, tapi cukup merepotkan. Jika memang mau mengganti nama, seseorang perlu mendapat sebuah dokumen penggantian nama. Tapi, dari satu dokumen tersebut, setidaknya ada 13 dokumen yang perlu diganti namanya. Dan, setidaknya ada 11 jenis pembiayaan yang bisa membengkak dengan panjangnya birokrasi yang harus ditempuh pada masa itu.

Yap Thiam Hien tetap mempertahankan kepribadiannya yang kuat, tapi nasionalismenya luar biasa, tidak takut dibilang Cina, Kristen.

Yap memang tidak pernah secara langsung mempengaruhi orang untuk tidak ganti nama. Dia hanya menekankan nama itu hanya di luar, yang penting sikap dan kontribusinya ke Indonesia.[]


Sumber:

1.Buku "Yap Thiam Hien" Sang Pendekar Keadilan 

2.https://www.kompas.id/baca/arsip/2019/08/28/ganti-nama-tak-pengaruhi-karakter


Keterangan foto: Surat Bukti Kewarganegaraan Indonesia Yap Thiam Hien



SUAMI DENGAN TIGA CINTA

1904 Nest, demikian panggilan EFE Douwes Dekker menikah dengan Clara Charlotte Deije dan memperoleh 5 anak, dua diantaranya laki-laki mening...